Tes Kemampuan Akademik (TKA): Standarisasi Nasional untuk Masa Depan Pendidikan Indonesia

Tes Kemampuan Akademik (TKA): Era Baru Penilaian Pendidikan di Indonesia

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memperkenalkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN). Kebijakan ini membuka babak baru dalam sistem evaluasi pendidikan di Indonesia. TKA tidak menjadi penentu kelulusan, melainkan sebagai instrumen komprehensif untuk mengukur kemampuan siswa secara individual dan memberikan manfaat yang luas.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menjelaskan bahwa TKA akan menjadi pertimbangan penting dalam penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi, khususnya melalui jalur non-tes. Nilai TKA, bersama dengan rapor dan prestasi siswa, akan menjadi bahan evaluasi yang lebih holistik dan adil. Bahkan, ada wacana untuk menjadikan TKA sebagai tes masuk perguruan tinggi, sehingga siswa tidak perlu lagi mengikuti tes tambahan.

Mengatasi Permasalahan Validitas Nilai Rapor

Salah satu alasan utama di balik inisiatif TKA adalah untuk mengatasi masalah validitas nilai rapor. Mendikdasmen Mu'ti mengungkapkan adanya praktik "sedekah" nilai oleh guru, di mana nilai rapor diberikan tidak sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Hal ini tentu merugikan siswa dan mempersulit proses seleksi masuk perguruan tinggi. TKA hadir sebagai solusi untuk memberikan alat ukur yang lebih objektif dan terstandarisasi.

"Nilai rapor menyangkut validitasnya. Banyak guru 'sodaqoh' nilai. Ada kasus nilai Bahasa Inggris seorang siswa 100. Kemudian karena penasaran, siswa yang nilainya 100 ini ditanya soal membaca teks dan percakapan bahasa Inggris. Ternyata nilainya tidak match dengan kemampuan yang dilakukan oleh panitia joint selection test ini," ungkap Mu'ti.

TKA: Jembatan bagi Siswa Indonesia Menuju Perguruan Tinggi Luar Negeri

Selain itu, TKA juga bertujuan untuk memfasilitasi siswa Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di luar negeri. Sejak UN ditiadakan, beberapa universitas di luar negeri mengalami kesulitan untuk mengevaluasi calon mahasiswa dari Indonesia karena tidak adanya standar penilaian nasional. TKA diharapkan dapat menjadi solusi untuk masalah ini, karena memberikan hasil tes individual yang terstandarisasi, valid, dan reliabel.

Manfaat TKA:

  • Individual Test: Solusi adanya individual test yang selama ini menjadi kendala.
  • Nilai Terstandarisasi: Nilai TKA yang diperoleh hasil tes terstandar, valid dan reliabel di BSKAP (Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan) karena pengujian bank soal cukup banyak.
  • Berbasis Mata Pelajaran: TKA berbasis mata pelajaran. Sehingga membantu para pihak terutama yang melanjutkan ke PTN seperti ke depannya.

Tahap Persiapan dan Pelaksanaan TKA

Saat ini, aturan mengenai TKA telah selesai dibuat dan sedang dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pelaksanaan TKA akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari:

  • SMA kelas 12: November 2025, diselenggarakan oleh Kemendikdasmen pusat.
  • SMP kelas 9: Tahun 2026, diselenggarakan sebagian oleh pusat dan sebagian oleh provinsi.
  • SD kelas 6: Tahun 2026, diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota.

Mendikdasmen Mu'ti menegaskan bahwa TKA bersifat tidak wajib dan tidak akan mempengaruhi kelulusan siswa. Kebijakan ini diambil untuk menghormati hak asasi manusia dan menghindari tekanan yang berlebihan pada siswa. Partisipasi dalam TKA sepenuhnya bersifat sukarela.

"TKA tidak wajib dan tak jadi penentu kelulusan. Kenapa TKA tak wajib? Kami public hearing ada yang menyoal, wajib itu melanggar HAM, anggap ujian buat murid jadi stres. Agar tak melanggar HAM dan tak stres, yang siap yang ikut. Yang tak siap ya sudah, tak ada konsekuensi apa-apa," tegas Mu'ti.

Kelulusan siswa akan tetap ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan, khususnya bagi sekolah yang terakreditasi.

Dengan TKA, Kemendikdasmen berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, memberikan kesempatan yang lebih adil bagi seluruh siswa, dan memfasilitasi akses ke pendidikan tinggi, baik di dalam maupun di luar negeri.