Gagasan Partai Super Terbuka Jokowi: Antara Idealisme dan Realitas Politik Indonesia

Gagasan Partai Super Terbuka Jokowi: Antara Idealisme dan Realitas Politik Indonesia

Presiden Joko Widodo kembali menyuarakan gagasannya tentang pembentukan partai politik yang bersifat super terbuka, sebuah konsep yang ia gambarkan serupa dengan perusahaan terbuka (Tbk) di dunia bisnis. Gagasan ini, yang pertama kali dilontarkan dalam wawancara dengan Najwa Shihab pada 11 Februari 2025, menekankan pentingnya kepemilikan dan pengambilan keputusan yang demokratis di internal partai politik. Jokowi berpendapat bahwa partai politik seharusnya dimiliki oleh seluruh anggotanya, bukan hanya oleh segelintir elite, dan semua anggota harus memiliki hak yang setara dalam menentukan arah dan kebijakan partai.

Konsep ini, yang disebut Jokowi sebagai ‘partai super Tbk’, mendapat respon beragam dari kalangan partai politik. Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang kini dipimpin oleh Kaesang Pangarep, menyatakan telah mengadopsi gagasan ini dengan merombak struktur kepemilikan dan pengambilan keputusan internal. PSI mengklaim telah berubah menjadi ‘PSI Perorangan’, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam menentukan kepemimpinan partai melalui sistem ‘One Man, One Vote’. Langkah ini, menurut Wakil Ketua Umum DPP PSI, Andy Budiman, bertujuan untuk menciptakan legitimasi yang lebih kuat bagi ketua umum terpilih dan menjawab tuntutan zaman akan transparansi dan akuntabilitas.

Namun, respon dari partai politik lain terhadap gagasan Jokowi ini terbilang beragam. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Adies Kadir, menyatakan tidak keberatan dengan gagasan tersebut selama memenuhi aturan hukum yang berlaku. Sementara itu, Wakil Ketua Umum PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengingatkan bahwa pembentukan partai politik tidak bisa disamakan dengan mendirikan perusahaan. Ia menekankan bahwa model ‘partai super Tbk’ perlu disesuaikan dengan regulasi yang ada di Indonesia. Meskipun demikian, Cucun mengakui hak setiap warga negara, termasuk Jokowi, untuk membentuk partai politik sesuai dengan hak berserikat yang dijamin oleh Undang-Undang.

Implementasi gagasan ‘partai super terbuka’ ini menimbulkan sejumlah pertanyaan krusial. Apakah model ‘One Man, One Vote’ yang diadopsi PSI benar-benar mampu mengatasi dominasi elite dan memastikan partisipasi yang setara dari seluruh anggota? Apakah sistem ini efektif dalam partai-partai dengan basis massa yang besar dan kompleks? Lebih jauh lagi, apakah model ini mampu diadopsi oleh partai-partai politik lain yang memiliki struktur dan budaya organisasi yang berbeda?

Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukan kompleksitas dalam menerjemahkan gagasan idealis Jokowi ke dalam realitas politik Indonesia yang dinamis. Gagasan ‘partai super terbuka’ menawarkan potensi untuk meningkatkan demokrasi internal dan transparansi di partai politik, namun tantangan implementasinya tidak bisa dianggap remeh. Perlu kajian yang mendalam dan diskusi yang komprehensif untuk memastikan bahwa gagasan ini bisa berjalan efektif dan berkontribusi pada peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.

Tantangan Implementasi: * Ukuran dan kompleksitas partai: Apakah model ini efektif untuk partai besar dengan basis massa luas? * Keterlibatan anggota: Bagaimana memastikan partisipasi aktif dan setara dari seluruh anggota? * Regulasi hukum: Apakah model ini sesuai dengan regulasi dan undang-undang yang berlaku? * Budaya organisasi: Bagaimana mengadaptasi model ini dengan budaya organisasi partai yang berbeda-beda? * Potensi penyalahgunaan: Bagaimana mencegah potensi penyalahgunaan sistem untuk kepentingan kelompok tertentu?