Hukum Mengorek Telinga saat Berpuasa: Tinjauan Pendapat Ulama
Hukum Mengorek Telinga saat Berpuasa: Tinjauan Pendapat Ulama
Masalah membersihkan telinga selama berpuasa seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Muslim. Praktik mengorek telinga, yang umum dilakukan dengan jari atau alat bantu seperti cotton bud, memunculkan keraguan apakah tindakan tersebut dapat membatalkan puasa. Hukum fiqih terkait memasukkan sesuatu ke dalam lubang tubuh selama berpuasa menjadi landasan utama dalam membahas permasalahan ini.
Pendapat mayoritas ulama menyatakan bahwa mengorek bagian luar telinga dengan jari tidak membatalkan puasa. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa tindakan tersebut tidak termasuk memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh yang dapat menyebabkan sesuatu tertelan dan masuk ke sistem pencernaan. Buku Menjawab 1001 Soal Keislaman karya Quraish Shihab, misalnya, menyamakan mengorek telinga dengan ngupil atau mengorek hidung, yang mana tidak membatalkan puasa karena tidak memenuhi kriteria tersebut. Senada dengan itu, Ahmad Sarwat dalam karyanya Puasa Bukan Hanya saat Ramadhan menekankan bahwa membatalkan puasa hanya berlaku jika benda masuk ke dalam tubuh dan tertelan.
Namun, perbedaan pendapat muncul ketika membahas penggunaan alat bantu seperti cotton bud dan jangkauan area pembersihan. Beberapa ulama, seperti yang dijelaskan Buya Yahya dalam Fiqih Praktis Puasa, berpendapat bahwa memasukkan sesuatu ke dalam telinga yang melampaui jangkauan jari, baik menggunakan cotton bud maupun air, dapat membatalkan puasa. Pendapat ini merujuk pada mayoritas pendapat ulama yang melihat potensi masuknya benda ke dalam rongga telinga yang lebih dalam.
Sebaliknya, terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa memasukkan sesuatu ke dalam telinga tidak membatalkan puasa. Imam Malik dan Imam Al-Ghazali dari mazhab Syafi'i termasuk dalam kelompok ini. Perbedaan pendapat ini menunjukkan adanya keragaman interpretasi hukum fiqih dalam konteks praktik sehari-hari.
Abdul Pirol dalam Ramadan Ensiklopedis menjelaskan lebih lanjut mengenai batasan area. Mengorek telinga bagian luar dengan jari dianggap aman, tetapi menggunakan cotton bud hingga ke area dalam telinga, yaitu bagian yang tidak terlihat dengan mata telanjang, berpotensi membatalkan puasa. Hal ini sejalan dengan pendapat mayoritas ulama mazhab Syafi'i yang menekankan pentingnya memahami batasan rongga telinga dalam konteks hukum puasa. Kesimpulannya, kehati-hatian dan pemahaman yang mendalam tentang hukum fiqih sangat penting dalam menentukan tindakan yang sesuai selama menjalankan ibadah puasa.
Untuk menghindari keraguan, disarankan untuk menghindari penggunaan cotton bud atau alat lain yang dapat mencapai bagian dalam telinga. Membersihkan bagian luar telinga dengan hati-hati menggunakan jari sudah cukup untuk menjaga kebersihan tanpa menimbulkan keraguan akan batalnya puasa. Konsultasi dengan ulama atau ahli fiqih juga dapat membantu menyelesaikan keraguan dan memastikan praktik ibadah puasa sesuai dengan syariat Islam.
Kesimpulannya, hukum mengorek telinga saat puasa bergantung pada metode dan jangkauan pembersihan. Mengorek bagian luar dengan jari umumnya diperbolehkan, namun penggunaan alat dan jangkauan ke area dalam telinga perlu dipertimbangkan dengan cermat, mengingat perbedaan pendapat ulama terkait hal tersebut. Kehati-hatian dan pemahaman yang mendalam mengenai hukum fiqih sangat penting dalam menjaga kesucian ibadah puasa.