Tren Pembangkit Listrik Batu Bara Global Menurun: Bagaimana Prospek di Indonesia?

Tren Pembangkit Listrik Batu Bara Global Menurun: Bagaimana Prospek di Indonesia?

Laporan terbaru dari Global Energy Monitor (GEM) mengungkapkan penurunan signifikan dalam penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara secara global. Pada tahun 2024, hanya 44 gigawatt (GW) kapasitas PLTU batu bara yang berhasil dioperasikan di seluruh dunia, menandai titik terendah dalam dua dekade terakhir. Data ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan kapasitas PLTU batu bara baru hanya meningkat kurang dari satu persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran global akan perlunya transisi menuju energi bersih dan pengurangan emisi karbon. Negara-negara maju yang tergabung dalam OECD pun menunjukkan komitmen serupa, dengan penurunan drastis dalam usulan pembangunan PLTU batu bara. Dari 142 usulan pada tahun 2015, kini hanya tersisa lima. Tren serupa juga terlihat di Asia Tenggara, di mana berbagai kebijakan seperti moratorium perizinan dan pengembangan perencanaan transisi energi yang adil mulai diterapkan. Christine Shearer, Manajer Proyek Global Coal Plant Tracker GEM, menyatakan bahwa penurunan ini adalah sinyal positif bagi masa depan batu bara seiring dengan transisi energi bersih yang sedang berlangsung.

Indonesia dan PLTU Captive: Sebuah Anomali?

Di tengah tren penurunan global, Indonesia justru menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih aktif mengusulkan pembangunan PLTU batu bara baru pada tahun 2024. Lebih menarik lagi, seluruh usulan tersebut merupakan PLTU captive, yaitu pembangkit yang dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan listrik internal mereka. GEM menyoroti bahwa PLTU captive menjadi jalur utama bagi penambahan kapasitas PLTU batu bara baru di Indonesia. Pada tahun 2024, PLTU captive menyumbang lebih dari 80 persen dari total penambahan kapasitas baru, yaitu sebesar 1,9 GW. Bahkan, 1,1 GW kapasitas PLTU batu bara yang mulai dibangun pada tahun 2024 juga direncanakan untuk penggunaan captive.

Kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir dan diperkirakan akan terus bertambah. Analisis dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan GEM memperkirakan bahwa pada tahun 2026, kapasitas PLTU captive di Indonesia dapat melampaui total kapasitas terpasang PLTU di Australia. Antara Juli 2023 hingga Juli 2024, kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia telah bertambah sebesar 4,5 GW. Diproyeksikan akan ada tambahan 11,04 GW hingga tahun 2026, yang didasarkan pada PLTU captive dari semua tahapan mulai dari konstruksi, pra-izin, dan pengumuman.

Dengan tambahan tersebut, total kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia pada tahun 2026 dapat mencapai 26,24 GW, melampaui total kapasitas terpasang PLTU batu bara di Australia pada tahun 2023. Sebagian besar penambahan PLTU batu bara captive ini dimanfaatkan untuk menyuplai kebutuhan energi industri padat energi, seperti industri nikel.

Implikasi dan Tantangan ke Depan

Peningkatan kapasitas PLTU captive di Indonesia menimbulkan pertanyaan tentang komitmen negara terhadap transisi energi bersih dan target pengurangan emisi karbon. Meskipun PLTU captive dapat memberikan pasokan listrik yang stabil dan terjangkau bagi industri, dampak lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan oleh pembakaran batu bara tetap menjadi perhatian utama. Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari pembangunan PLTU captive dan mencari solusi yang lebih berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan energi industri.

Beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan antara lain:

  • Pengembangan energi terbarukan: Meningkatkan investasi dalam energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidro untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara.
  • Peningkatan efisiensi energi: Mendorong industri untuk menerapkan praktik efisiensi energi untuk mengurangi konsumsi listrik.
  • Teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS): Mengembangkan dan menerapkan teknologi CCS untuk mengurangi emisi karbon dari PLTU batu bara.
  • Insentif dan disinsentif: Memberikan insentif bagi industri yang menggunakan energi terbarukan dan menerapkan praktik efisiensi energi, serta memberikan disinsentif bagi penggunaan batu bara.

Dengan mengambil langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat mencapai tujuan pembangunan ekonomi sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan dan berkontribusi pada upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.