Kasus Penjualan Ruko Mitra Raya 2 Batam Dihentikan: Polda Kepri Pilih Restorative Justice
Kasus Penjualan Ruko Mitra Raya 2 Batam Dihentikan: Polda Kepri Pilih Restorative Justice
Batam, Kepulauan Riau - Kasus dugaan penipuan dalam penjualan rumah toko (ruko) di kawasan Mitra Raya 2, Batam Center, yang sempat menyeret dua direktur PT Jaya Putra Kundur (JPK) sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO), secara resmi dihentikan oleh Polda Kepulauan Riau (Kepri). Penghentian ini didasari pada pendekatan restorative justice yang dinilai lebih efektif dalam menyelesaikan sengketa tersebut.
Keputusan penghentian penyidikan ini dituangkan dalam Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) bernomor S.Tap/01./C/V/RES.2.2./2024/Ditreskrimsus Polda Kepri, yang diterbitkan pada tanggal 27 Mei 2024. Langkah ini diambil setelah serangkaian mediasi dan upaya restorative justice yang diinisiasi oleh pihak kepolisian, melibatkan pelapor dan pihak-pihak terkait lainnya.
"Klien kami dan pihak pelapor telah mencapai kesepakatan damai, yang kemudian diresmikan melalui Surat Kesepakatan Perdamaian di hadapan Notaris Wahyu Hidayat pada tanggal 6 Maret 2024," ungkap Zevrijn Boy Kanu, Ketua Tim Hukum PT JPK, pada hari Sabtu (12/4/2025).
Dalam kesepakatan tersebut, PT JPK menyatakan kesediaannya untuk menanggung biaya administrasi pelunasan sisa 45 sertifikat dari total 65 sertifikat yang dipermasalahkan. Setelah proses pembayaran tersebut diselesaikan, PT JPK akan memberikan Surat Kuasa Menjual (SKM) untuk ke-45 sertifikat tersebut kepada pihak yang berhak.
Menurut Boy, sebagai pemilik lahan dan pengembang proyek, PT JPK tidak terlibat secara langsung dalam perjanjian jual beli antara penjual dan pembeli. Ia menegaskan bahwa peran PT JPK sebatas menyediakan lahan dan membangun proyek. Kuasa hukum juga menyampaikan apresiasi kepada pihak kepolisian atas langkah yang dianggapnya tepat dalam meluruskan perkara ini.
"Seharusnya, permasalahan ini hanya dikategorikan sebagai sengketa perdata biasa dan tidak perlu sampai masuk ke ranah pidana," tegas Boy. Ia menjelaskan bahwa PT JPK adalah pemilik lahan sekaligus pengembang, sementara PT MRS bertindak sebagai kontraktor. PT MRS, lanjutnya, melakukan penjualan properti tanpa melibatkan PT JPK secara langsung, dan seluruh dana transaksi diterima langsung oleh PT MRS.
Kasus ini bermula ketika Johanis dan Teddy Johanis, dua direktur PT JPK, dilaporkan oleh rekan bisnisnya atas dugaan penggelapan dana. Pelapor mengklaim telah membayar Rp 19,5 miliar untuk pembelian 10 unit ruko di kawasan Mitra Raya 2 Batam Centre. Namun, sertifikat yang dijanjikan oleh Johanis tidak kunjung diserahkan, sehingga pelapor memutuskan untuk membuat laporan polisi pada tahun 2023.
Selama proses penyelidikan, pihak kepolisian sempat menerbitkan surat DPO kepada kedua pengusaha tersebut setelah mengetahui bahwa mereka berada di Singapura. Selain itu, dalam penggeledahan di kantor PT JPK, polisi menemukan barang bukti berupa 50 butir peluru tajam kaliber 9 milimeter aktif dan 25 butir peluru karet.
Poin-Poin Kesepakatan Damai:
- PT JPK bersedia membayar biaya administrasi pelunasan 45 sertifikat.
- PT JPK akan memberikan Surat Kuasa Menjual (SKM) untuk 45 sertifikat setelah pembayaran selesai.
- Kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa secara damai.
Dengan adanya kesepakatan damai dan penerapan restorative justice, diharapkan sengketa ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Penghentian kasus ini juga menjadi preseden penting dalam penyelesaian sengketa bisnis, di mana mediasi dan restorative justice dapat menjadi alternatif yang efektif selain jalur hukum pidana.