Buruh Curhat soal Upah Rendah, Anies Janji Revisi Aturan yang Tak Memberikan Rasa Keadilan
21-September-24, 23:54KENDARI, sumber yang dilansir kumpulan berita terkini – Ratusan Perwakilan Buruh Pertambangan, Buruh Pelabuhan, Buruh Bangunan dan Nelayan Kota Kendari menyampaikan keluh kesahnya kepada Calon Presiden (Capres) nomor urut 1, Anies Baswedan.
Hal ini dilakukan saat Anies melakukan dialog di salah satu warung kopi (Warkop) di kota Kendari, Selasa (9/1/2024).
Salah satu perwakilan buruh pertambangan mengeluhkan tentang rendahnya upah yang ditetapkan pemerintah akibat penerapan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Bayangkan Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan ini kan masuk dalam Pulau-pulau kecil yang saat ini ada IUPnya. Masyarakat di sana menjadi korban atas kebijakan itu, dan lingkungan kami tercemar akibat aktivitas pertambangan," ungkap salah seorang buruh saat dialog berlangsung.
Terkait keluhan tersebut, Anies menceritakan tentang pengalamannya dalam menetapkan upah buruh saat dirinya menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Saat itu UU Cipta Kerja sudah diterapkan. Menurut Anies, UU Cipta Kerja atau semua regulasi yang tidak memberikan rasa keadilan kepada rakyat bisa direvisi.
“Ketika saya bertugas di Jakarta, keluarlah aturan Omnibus Law ini. Sesudah aturan Omnibus itu, maka UMP rumusnya berubah, rumusnya berubah, betul tidak?” kata Anies disambut kata benar oleh ratusan buruh.
Ia menjelaskan, Upah Minimun Provinsi (UMP) di Jakarta, setiap tahun itu naik rata-rata 8 persen atau sekitar Rp 350.000 sampai Rp 400.000 per tahun.
Setelah terbit UU Cipta Kerja, kenaikan upah buruh turun menjadi 0,8 persen per tahun atau sekitar Rp 30.000.
"Bila upah yang biasanya naik 8 persen terus kemudian menjadi 0,8 persen, ini adalah simbol paling paripurna tentang ketidakadilan. Lengkap simbol ketidakadilan, itu tahun 2021," terangnya.
Menurut Anies, dalam kondisi covid saja, kenaikan UMP di DKI Jakarta bisa 3 persen. Namun, setahun setelah Covid-19, UMP justru turun menjadi 0,8 persen.
“Selaku Gubernur, saya dapat perintah untuk menjalankan dan saya sampaikan kepada pemerintah pusat bila ini mau dilaksanakan dengan 0,8 persen, maka silakan Menteri yang tandatangan. Tapi bila Gubernur yang tandatangan, maka Gubernur akan mengunakan rumus yang lama sebagaimana yang 8 persen yang setiap tahunnya,” tegasnya.
Akhirnya dia dapat menetapkan kenaikan UMP sebesar 5,1 persen. Menurutnya, hal itu sudah sesuai harapa buruh.
“Saya membuat aturan dengan mengunakan kewenangan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, lalu membuat kebijakan itu maka rumusnya dengan rumus baru. Kondisi perekonomian waktu itu belum kembali, saya tetapkan 5,1 persen sesuai dengan harapan para buruh di Jakarta waktu itu,” tegasnya.
Lebih lanjut Anies menegaskan pengusaha tidak menerima kebijakan yang dibuat, dan mereka menuntut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Saya katakan silakan menuntut saya ke Pengadilan, saya akan hadapi pengadilan manapun juga, karena ini adalah soal keadilan,” kata Anies lagi.
Ia menambahkan dengan kebijakan itu dirinya tidak sedang memusuhi pengusaha, dan tidak juga membela buruh. Namun, dia sedang membela prinsip keadilan.
“Kita ingin menegakkan Keadilan. Jadi bila ada Undang-undang, aturan-aturan yang tidak memberikan rasa keadilan, kita revisi supaya memberikan rasa keadilan, apapun itu,” pungkasnya.