RI Masih Ketergantungan Impor Energi, DPR Siapkan Aturan Ini
11-September-24, 18:32Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno menjelaskan Indonesia ditargetkan menjadi negara maju pada 2045 atau 21 tahun ke depan. Untuk mencapai target negara maju itu, pertumbuhan ekonomi RI harus berada di 7-8% per tahun.
"Artinya apa? Pertumbuhan ekonomi tinggi ini menuntut kita mendapatkan sumber energi yang besar juga. Tapi sumber energi yang besar itu harus kita dapatkan dengan memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan hidup, kaidah-kaidah kehijau, kaidah-kaidah energi terbarukan," katanya dalam detikcom Leaders Forum 'Masa Depan Energi RI, Jaga Ketahanan demi Kedaulatan' di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2024).
Sayangnya hingga saat ini Indonesia masih mengalami defisit energi yang memaksa pemerintah untuk melakukan impor minyak dan gas. Ia menyebut untuk kebutuhan energi sepanjang 2024 ini saja pemerintah berencana untuk mengimpor 8 juta kiloliter LPG dengan anggaran sekitar Rp 93 triliun.
"Saat ini kita sedang mengalami defisit energi, yang mana defisit itu harus dipenuhi melalui impor mulai dari minyak, kemudian LPG tadi disampaikan. Impor kita LPG dari tahun ke tahun meningkat, kenapa saya tahu, karena kita (DPR) setiap tahun tuh ngetok anggarannya," kata Eddy.
"Untuk tahun akan datang ini (2025) LPG kita naik kurang lebih 8,2 juta kiloliter dari tahun ini yaitu 8 juta kiloliter. Jadi setiap tahun itu naik, apalagi ketika COVID kemarin di saat masyarakat membutuhkan dukungan justru itu ada kenaikan daripada LPG dan itu besar sekali anggarannya. Tahun ini mungkin kurang lebih Rp 93 triliun untuk LPG saja impornya," jelasnya lagi.
Untuk mengatasi permasalahan ini, ia menyebut DPR RI khususnya Komisi VII tengah menyiapkan berbagai aturan yang nantinya dapat membantu meningkatkan produksi energi hingga pengembangan energi baru terbarukan.
Ia menyebut salah satunya ada Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) yang nantinya akan menjadi acuan penetapan aturan terkait kebijakan energi nasional ke depannya. Kemudian pihaknya juga tengah menyiapkan aturan terkait pengembangan energi terbarukan.
"Nah itu sudah ditentukan sehingga nanti kebijakan-kebijakan energi nasional ke depannya termasuk rencana umum ketenagalistrikan, itu nanti juga akan lahir dari PP KEN yang akan disahkan dalam waktu dekat," ucap Eddy.
"Kita juga saat ini sedang dalam proses menuntaskan energi baru terbarukan. Nah ini nanti akan menjadi acuan untuk mengakselerasi sumber-sumber energi lain yang berasal dari sumber terbarukan," jelasnya lagi.
Eddy menjelaskan melalui sumber-sumber energi terbarukan ini, pengguna energi fosil seperti minyak dan gas akan berkurang karena berpindah ke energi terbarukan. Secara umum kondisi ini tentu dapat mengurangi jumlah impor energi yang dibutuhkan.
"Yang tadinya impor, karena sudah ada sumber yang bisa kita manfaatkan, sumber-sumber apakah itu geotermal, apakah itu angin, apakah itu kemudian solar (panel surya), itu kita manfaatkan kita tak perlu lagi impor," terangnya.
Di samping itu, Eddy menyebut saat ini DPR RI juga berencana untuk merevisi UU Migas. Menurutnya melalui revisi ini dapat meningkatkan nilai investasi di sisi hulu migas.
"Perlu diketahui bahwa investor-investor di hulu migas itu lagi nggak banyak duit, uangnya nggak banyak karena mereka dilarang untuk melakukan investasi di sektor fosil kalau tidak diimbangi dengan sektor energi terbarukan," ucap Eddy.
"Jadi sekarang yang namanya Chevron, Total, dan lain2 itu bukan oil gas company lagi, mereka adalah energy company. Yang diutamakan, dikedepankan selalu adalah energi terbarukannya, bukan masalah migasnya," tambahnya.