Cuma Ada 1 Sumur di Desa, Warga Terpaksa Beli Air Tandon Rp50 Ribu, Habis Buat Cuci dan Masak

- Kekeringan tengah melanda Desa Labuhan Kuris, Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa , Nusa Tenggara Barat (NTB).

Satu-satunya sumur yang berada di desa tersebut krisis air bersih .

Warga pun kesulitan hingga terpaksa harus beli air tandon Rp50 ribu dan galon Rp5 ribu.

Sumber air bersih di desa ini di Dusun Ngali yang berjarak 2 kilometer.

Air dialiri menggunakan pipa hingga ke rumah warga tetapi sekarang air sumur sering macet karena kekurangan debit.

"Debit air semakin kecil karena musim kemarau. Sudah dua minggu air pipa dari sumur di Dusun Ngali tidak mengalir ke rumah saya,” kata Masna, warga Dusun Labuhan Kuris, saat ditemui Selasa (10/9/2024), dikutip dari .

Krisis air bersih ini dirasakan warga sejak puluhan tahun tapi semakin sulit saat kemarau.

Masna terpaksa membeli air bersih.

Ia harus merogoh kocek Rp50.000 untuk ukuran dua tandon.

Lalu, air dimasukkan ke alat penampungan dan bisa digunakan hingga dua minggu untuk kebutuhan cuci dan kakus.

Sedangkan untuk air minum, Masna membeli air dengan harga Rp 5000 per galon.

“Iya air galon kadang habis 2 hari, karena digunakan juga untuk masak,” ujar Masna.

Masnah mengatakan kondisi ini membuatnya hanya bisa membeli air bersih.

"Saya sudah tidak kuat jalan kaki jauh-jauh meski ada sumur yang rasanya asin jaraknya 200 meter di Dusun kami," ceritanya.

Kepala Desa Labuhan Kuris, Zubaidi HM mengakui kondisi krisis air bersih yang dirasakan warganya.

“Jadi, setelah kami melihat situasi di sumber air sumur ada kekurangan debit sehingga untuk sampai kepada masyarakat agak telat dan bergilir juga ada jamnya, kadang malam,” kata Zubaidi, Selasa.

Ia sudah berusaha mencari sumber mata air lain.

Ada kerja sama dengan beberapa peneliti tetapi hasilnya debit air tersebut kurang dan rasanya masih asin.

“Kami sudah coba mencari sumber air yang bagus, ada semacam titik yang bisa dibor. Tapi masalahnya pada bulan segini puncak kemarau, debit air kurang,” sebutnya.

Ia masih mengharapkan ada bantuan sumur bor dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan air warga.

Desa Labuhan Kuris memiliki 9 dusun terdiri dari 4.000 lebih penduduk.

“Dua dusun saja yakni Labuan Kuris dan Labuan Terata yang manfaatkan air bersih dari sumur di Dusun Ngali sekitar 2 Km jaraknya. Sedangkan di dusun lain ada sumur meski rasanya asin,” jelasnya.

Zubaidi menyampaikan terima kasih kepada Pemda melalui BPBD yang sudah membantu masyarakat.

Ia pun ada permintaan.

"Kami kemarin dapat satu tangki bantuan air bersih. Tapi masih kurang. Sekali lagi kami berharap agar ada penambahan bantuan air bersih dari pemerintah daerah,” pungkasnya.

Sementara itu, warga padukuhan Nglumbung, Kalurahan Giricahyo, Kapanewon Purwosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta, sudah merasakan dampak kemarau sejak Maret 2024 lalu.

Warga sudah menghabiskan belasan tangki air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tak sedikit yang menjual ternak demi bisa membeli air bersih dan pakan ternak.

“Sudah sejak Maret kami mulai merasakan kekeringan ,” kata Dukuh Nglumbung, Walidi Mustofa saat ditemui di Nglumbung, Senin (26/8/2024).

Berada di Kawasan perbukitan karst dan berongga, wilayah ini tidak memiliki sumber air.

Ada beberapa kali penelitian yang dilakukan di kawasan ini.

Hasilnya, tidak ditemukan sumber air yang diharapkan masyarakat.

Selain itu, pipa PDAM pun belum masuk wilayah tersebut.

Bahkan telaga pun tidak ada.

Praktis, warga Padukuhan Nglumbung yang terdiri dari 178 Kepala keluarga di 7 RT hanya mengandalkan bak penampungan air hujan (PAH) untuk memenuhi kebutuhan.

PAH milik warga hanya bertahan beberapa minggu setelah hujan terakhir mengguyur.

“Tidak ada sumber air, karena wilayah kami berbatu, dan berongga,” kata Walidi.

Walidi berharap, ke depan ada solusi nyata yang diberikan pemerintah maupun pihak swasta. Mengingat air adalah kebutuhan mendasar hidup.

Walidi mengatakan, rata-rata warga sudah menghabiskan belasan tangki air bersih yang dibeli dari pihak swasta. Selain itu mengandalkan bantuan dari swasta dan pemerintah.

“Bantuan kami prioritaskan untuk warga kurang mampu, setiap RT kami minta mendata warganya yang kurang mampu untuk mendapatkan bantuan air bersih,” ucap dia.

Salah satu warga Nglumbung, Ponijo mengaku, sudah membeli air bersih lebih dari 10 tangki sejak beberapa bulan lalu.

Sebagai pekerja serabutan, dirinya harus menyisihkan sebagian penghasilan untuk membeli air.

“Air itu kebutuhan utama, yang lain ditunda terlebih dahulu,” kata Ponijo.

Ponijo menuturkan, 5.000 liter air dibeli dengan harga Rp 130.000-150.000. Itu pun harus mengantre dan bergantian giliran dengan warga lain.

“Harus antre karena banyaknya warga yang membutuhkan air bersih,” kata dia.

Sementara warga lain, Kukuh Harsono mengatakan, setiap musim kemarau dirinya terpaksa menjual 1-2 ekor ternak agar bisa beli air dan pakan.

Belum lama ini, dirinya menjual seekor anak kambing seharga Rp 700.000.

Dia terpaksa menjual ternak karena saat musim kemarau dipastikan ladang miliknya tidak bisa ditanami apapun.

Artinya tidak ada penghasilan yang bisa diperoleh dari situ.

“Saat musim kemarau panjang, itu ada yang menjual ternak hanya untuk membeli air,” kata Kukuh.

Kukuh bersama warga lainnya antusias menunggu bantuan dari pihak swasta.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Purwono mengatakan, sampai saat ini sudah menyalurkan 768 tangki air bersih untuk warga di 7 Kapanewon.

Adapun paling banyak di wilayah Tepus dengan 232 tangki dan disusul Panggang dengan 172 tangki.

“Purwosari baru masuk hariini, dan kita sedang mengatur jadwal pengiriman,” kata dia.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews

https://jatim.tribunnews.com/2024/09/10/cuma-ada-1-sumur-di-desa-warga-terpaksa-beli-air-tandon-rp50-ribu-habis-buat-cuci-dan-masak