Kericuhan Terjadi saat Tradisi Kirab Gamelan Sekaten, Begini Awal Mula Konflik Internal Keraton Solo

SOLO - Prosesi Hajad Dalem Grebeg Paraden Gamelan Sekaten yang digelar pada Senin (9/9/2024) siang, sempat diwarnai keributan kecil.

Sejumlah anggota keluarga Keraton Kasunanan Solo itu ribut di di Halaman Masjid Agung Solo, Jawa Tengah, yang menjadi lokasi peletakan gamelan Sekaten Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari.

Ketua Eksekutif Lembaga Keraton Solo, K.P. Eddy Wirabhumi mengungkapkan penyebab insiden keributan tersebut.

Dia menyebut, kericuhan terjadi karena salah paham dan miss komunikasi antara pihak SISKS PB XIII dan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Solo.

Diketahui, keributan terjadi saat proses ritual ngungelaken gangsa sekaten atau membunyikan Gamelan Sekaten sekitar pukul 13:50 WIB.

Namun sesaat setelah gamelan dibunyikan, salah satu Menantu SISKS Pakubuwana XIII Hangabehi, KRA Rizki Baruna Aji Diningrat didorong dan dicekik oleh orang tak dikenal.

Hal itu pun langsung membuat Rizki naik pitam hingga membalas dengan mendorong salah satu abdi dalem, KRT Rawang yang berada tepat di depan pintu masuk Bangsal Sekati.

Bukan tanpa alasan, Rizki mempertanyakan terkait Gamelan Sekaten yang ditabuh sebelum rombongannnya tiba di Bangsal Sekati.

"Jadi memang terjadi miss komunikasi. Saya dengarkan dengan sangat keras dari speakernya Masjid Agung. Setelah tatanan acara selesai itu yang diminta untuk mendawuhi ngungelaken gangsa adalah Kanjeng Sinawung. Kanjeng Sinawung kemudian ndawuhke. Setelah didawuhke ada yang datang namanya mas Rizky itu mengatakan bahwa dia yang ditugaskan untuk mendawuhkan itu. Sehingga terjadi silang pendapat," terang Eddy.

Di sisi lain, Eddy menerangkan bahwa proses pelaksanaan gelaran Kirab Gamelan Sekaten Keraton Kasunanan Solo tahun ini ada perintah dari Pengageng Parentah Keraton Gusti Dipo agar pihaknya hadir dalam acara tersebut.

"Ini miss komunikasi yang sebetulnya tidak harus terjadi. Tetapi kalau kami tarik lagi proses penyelenggaraan kegiatan ini ada dawuh dari Pangageng Parentah Keraton Gusti Dipo untuk hadir di acara itu," tanbah Eddy.

Eddy menerangkan jika akar masalah bermula dari perselisihan antara LDA dengan Sinuhun.

Namun demikian, terkait tradisi Eddy menegaskan mengesampingkan permasalahan yang terjadi di pihak internal.

Lantas bagaimana sebenarnya awal mula permasalah internal Keraton Solo ?

Melansir , konflik Keraton Solo telah berlangsung selama 18 tahun, bermula dari wafatnya Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat bergelar Pakubuwono XII atau PB XII pada 2004 silam.

Lantas, konflik internal Keraton Solo terjadi setelah PB XII mangkat pada 12 Juni 2004.

PB XII tidak memiliki permaisuri, melainkan hanya sejumlah selir.

Dirinya kemudian menunjuk satu pun anak yang akan mewarisi tahta Kasunanan Solo.

Itulah yang menyebabkan konflik di antara anaknya yang berbeda ibu tak dapat terhindarkan, hingga masing-masing kubu mendeklarasikan diri sebagai raja.

Putra tertua PB XII dari selir ketiga, Sinuhan Hangabehi pada 31 Agustus 2004 mendeklarasikan diri sebagai raja.

Dia bertahta di dalam keraton dengan dukungan utama dari saudara satu ibunya, termasuk Gusti Moeng.

Di sisi lain, putra dari selir lain, Sinuhan Tedjowulan turut menyatakan diri sebagai raja pada 9 November 2004.

Tedjowulan bertahta di keraton dengan dukungan saudara-saudaranya yang menilai dia lebih mampu menjadi pemimpin Kasunanan Solo.

Sempat Damai di Era Jokowi

Konflik Keraton Solo sempat mereda pada 2012.

Saat itu, Joko Widodo (Jokowi) yang menjabat sebagai Wali Kota Solo dan anggota DPR Mooryati Sudibyo, berupaya mendamaikan dua kubu di Jakarta.

Hasil upaya perdamaian, baik Hangabehi dan Tedjowulan sepakat untuk berdamai dan menandatangani akta rekonsiliasi.

Dua kubu juga sepakat bahwa Hangabehi yang merupakan putra tertua PB XII tetap menjadi raja dengan gelar Pakubuwono XIII atau PB XIII.

Sementara Tedjowulan, menjadi mahapatih dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Panembahan Agung.

Namun, Gusti Moeng dan saudara-saudara lainnya tidak menyepakati rekonsiliasi tersebut.

Mereka pun mendirikan Lembaga Dewan Adat (LDA) yang menyewa pendekar untuk menyandera PB XIII dan Mahapatih.

Pihak LDA juga melakukan kudeta terhadap PB XIII karena menilai raja baru itu melakukan sejumlah pelanggaran.

Selain itu, LDA turut melarang PB XIII dan pendukungnya memasuki area Keraton Solo .

Sejumlah pintu masuk raja menuju gedung utama pun dikunci dan ditutup menggunakan pagar pembatas.

Akibatnya, PB XIII Hangabehi yang telah bersatu dengan KGPH Panembahan Agung Tedjowulan tak bisa bertahta di Sasana Sewaka Keraton Solo .

https://solo.tribunnews.com/2024/09/09/kericuhan-terjadi-saat-tradisi-kirab-gamelan-sekaten-begini-awal-mula-konflik-internal-keraton-solo