Kekuatan Parlemen Koalisi Perubahan vs PDIP-PKS Tak Imbang, Ini Kata Ketua Tim Pemenangan Agus-Fajar
10-September-24, 05:46L aporan Wartawan , Tri Widodo
BOYOLALI - Kekuatan parlemen Koalisi Perubahan Boyolali memang tak seimbang dengan petahana.
Pasangan calon (Paslon) Agus Irawan - Dwi Fajar (Agus-Fajar) yang diusung Partai Golkar, Gerinda dan PKB memang hanya punya 10 kursi dari 50 kursi DPRD Boyolali atau 20 persennya.
Sementara, PDIP dan PKS yang mengusung Paslon Marsono-Saifulhaq menguasai 40 kursi DPRD.
Jumlah kekuatan di parlemen ini juga sebelummya sempat disinggung tokoh PDIP Boyolali , Seno Kusumoarjo atau Seno Gedhe.
Saat pendaftaran Marsono-Saifulhaq lalu, Seno Gedhe sempat memprediksi bagaimana bingungnya Agus-Fajar jika terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati.
" Umpamane , neng ketoke ra mungkin. Umpamane kono isoh menang ngunu yo koplak ndase. Sebab e opo ? La wong seng nyekel anggaran wong PDI P karo PKS . (Seumpama Agus -Fajar menang, tapi itu ga mungkin. Kalaupun menang dia bisa pusing karena yang pegang anggaran dari PDI P dan PKS," kata Seno saat itu.
Iya, salah satu fungsi DPRD adalah penganggaran.
Seno menyebut, ada 40 anggota DPRD dari PDIP dan PKS.
Sehingga, 10 anggota DPRD dari koalisi perubahan hampir tak akan ada "bunyinya".
Meski begitu, tak membuat tim Pemenangan Agus -Fajar gentar.
Ketua Tim Pemenangan Agus- Fajar, Fuadi, menyebut lembaga eksekutif dan legislatif di Indonesia memiliki kedudukan yang sejajar.
Pria yang juga merupakan Ketua DPD Golkar Boyolali itu menilai jika hubungan legislatif dan eksekutif itu tak dapat saling menjatuhkan.
"Memang, jika ada mayoritas kursi suatu partai dalam DPRD memang akan memudahkan semua persetujuan," kata anggota DPRD dari Golkar itu.
Jika DPRD menganggap rivalitas lalu tak menyetujui dengan berbagai alasan, maka keputusan akan dikembalikan regulasi dan akan ditarik pusat.
Tidak ada istilah hal di DPRD Kabupaten menyetop atau mosi tidak percaya pada Bupati secara sepihak.
Semua melalui review atau evaluasi oleh Gubernur dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.
Begitu juga dengan pembahasan APBD tahun berjalan terjadi dead lock, karena tak disetujui DPRD.
Sudah ada regulasi yang mengatur bahwa Bupati menggunakan estimasi seperti APBD tahun sebelumnya.
Selain, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ada dibawah Bupati.
DPRD juga tak bisa memerintahkan langsung OPD.
"Di sisi lain jika itu terjadi, Bupati bisa mengambil sikap mempersulit kebijakan pencairan anggaran di DPRD melalaui OPD di bawahnya," jelasnya.
Bahkan aspirasi DPRD bisa kosong. dan situasi ini tidak menguntungkan DPRD.
Dia menambahkan jika DPRD mayoritas yang tidak sepihak dengan Bupati, tak akan menggangu jalannya pemerintahan.
Bupati punya peran sebagai decision maker.
Apalagi kalo payung bupati di atas segaris dengan Pemerintah Pusat.
"Setiap waktu ada masa-nya dan setiap masa ada orangnya," pungkasnya.