Eskalasi Perang Dagang: Trump Naikkan Tarif Impor China Hingga 145 Persen

Eskalasi Perang Dagang: Trump Naikkan Tarif Impor China Hingga 145 Persen

Washington D.C. - Presiden Donald Trump meningkatkan tekanan ekonomi terhadap China dengan memberlakukan tarif impor super tinggi, mencapai 145 persen. Langkah agresif ini merupakan akumulasi dari berbagai kebijakan tarif yang sebelumnya diumumkan, termasuk bea masuk terkait fentanil. Keputusan ini menandai eskalasi signifikan dalam perang dagang antara kedua negara ekonomi terbesar di dunia.

Seorang pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa tarif kumulatif untuk barang-barang China kini mencapai 145 persen. Angka ini mencakup kenaikan tarif terbaru menjadi 125 persen, dari sebelumnya 84 persen yang diumumkan pada hari Rabu, ditambah dengan bea masuk 20 persen yang telah berlaku sejak Februari untuk mengatasi masalah impor fentanil.

Alasan di Balik Kebijakan Tarif Tinggi

Trump berdalih bahwa kebijakan tarif tinggi ini diperlukan untuk menekan defisit perdagangan Amerika Serikat dengan China. Data menunjukkan ketidakseimbangan yang signifikan, dimana AS mengekspor barang senilai US$199 miliar ke China, sementara mengimpor barang senilai US$463 miliar. Defisit perdagangan yang besar ini menjadi perhatian utama pemerintahan Trump, yang bertekad untuk menyeimbangkan kembali hubungan ekonomi dengan China.

Presiden Trump mengakui bahwa implementasi tarif ini dapat menimbulkan "biaya transisi" dan "masalah transisi" bagi ekonomi global. Namun, ia tetap optimis bahwa dalam jangka panjang, kebijakan ini akan menguntungkan Amerika Serikat. "Akan ada biaya transisi dan masalah transisi, tetapi pada akhirnya semuanya akan menjadi hal yang indah. Kami dalam kondisi yang sangat baik," ujarnya.

Sinyal Negosiasi dan Fleksibilitas

Meski bersikap keras dalam kebijakan tarif, Trump mengisyaratkan keterbukaan untuk bernegosiasi dengan China. Ia bahkan menunjukkan fleksibilitas terkait pengecualian tarif bagi perusahaan atau negara tertentu, termasuk mempertimbangkan batas bawah 10 persen yang telah ditetapkan untuk semua mitra dagang.

"Beberapa negara, kita memiliki defisit besar dengan kita atau mereka memiliki surplus besar dengan kita, dan yang lain tidak seperti itu - jadi itu tergantung," jelas Trump.

Ia juga mengindikasikan upaya untuk menghapus hambatan non-tarif, bahkan dengan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS. Namun, Trump menegaskan bahwa ia akan memberlakukan kembali tarif timbal balik yang substansial jika kesepakatan yang dicapai tidak memuaskan selama masa negosiasi tiga bulan mendatang.

Dampak Potensial dan Komoditas yang Terpengaruh

Kebijakan tarif tinggi ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan bagi kedua ekonomi. Kenaikan harga barang-barang impor dari China dapat memicu inflasi di Amerika Serikat, sementara perusahaan-perusahaan China yang berorientasi ekspor dapat mengalami penurunan pendapatan.

Beberapa komoditas yang paling terpengaruh oleh kebijakan ini meliputi:

  • Ekspor Utama AS ke China: Kacang kedelai, pesawat terbang, farmasi, dan semikonduktor.
  • Impor Utama AS dari China: Ponsel, komputer, mainan, dan pakaian.

China, sebagai raksasa manufaktur dunia, telah menjadi sumber impor utama bagi AS sejak tahun 2022. Perubahan signifikan dalam hubungan perdagangan antara kedua negara ini akan memiliki implikasi luas bagi rantai pasokan global dan stabilitas ekonomi dunia.