Kisah Muhammad Ibnu Pegawai Nekat Banting Setir Jualan Roti di Pinggir Jalan, Bosan Kerja Kantoran

- Keputusan seorang pria bernama Muhammad Ibnu Sina ramai jadi sorotan karena terbilang tak lazim.

Biasanya, orang akan memilih kerja kantoran yang ber.AC dengan gaji yang sudah pasti.

Namun hal ini berbeda dengan apa yang diinginkan Muhammad Ibnu Sina .

Ia lebih suka bekerja di luar ruangan sambil panas-panasan.

Hal itulah yang membuat Muhammad Ibnu Sina nekat resign dari pegawai kantoran menjadi penjual roti di pinggir jalan.

Kisah Muhammad Ibnu Sina ini viral setelah dibagikan akun Facebook Waird Kaya.

Akun tersebut mengunggah foto Muhammad Ibnu sedang berjualan di sebuah kedai kaki lima menjajakan berbagai jenis pastry.

Dalam unggahannya ia juga menulis bahwa ini adalah profesi yang diambilnya setelah meninggalkan pekerjaan sebelumnya.

Muhammad Ibnu Sina sebelumnya seorang pekerja kantoran yang bekerja Senin - Jumat pukul 8 pagi sampai 5 sore.

"Dulu aku berhenti kerja sebab ingin berjualan, selalu malas rasanya masuk kantor dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Alhamdulillah, Allah kabulkan doa aku, aku sudah tidak harus ke kantor jam 8 pagi - 5 sore lagi," tulisnya pada unggahan Facebook.

Menelisik kisahnya lebih jauh, menemukan bahwa pastry-pastry itu bahkan dibuat oleh dirinya sendiri.

Setiap pagi ia akan memanggang adonan-adonan segar di rumahnya yang juga diandalkan sebagai rumah produksi.

Ada croissant, layered pastry, dan masih banyak berbagai jenisnya lagi. Kedainya setiap hari buka mulai pukul 9 pagi hingga 9 malam yang berlokasi di Babah's Bakery, Kundang, Malaysia.

Banyak netizen yang tertarik dengan kisahnya hingga dibuat penasaran rasa pastry yang dijajakan oleh Muhammad Ibnu Sina .

Kisah serupa juga datang dari Agnes Puspita Sari, yang kini jadi pengusaha kuliner usai melepas karirnya di perusahaan ternama.

Bukan hanya itu, ia juga berhasil mewujudkan impiannya menyelesaikan kuliah jenjang S2.

Bahkan, wanita 36 tahun itu menjadi wisudawan terbaik program Magister Manajemen Kampus Yogyakarta pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM).

Agnes lulus dengan predikat CumLaude dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,97.

Menyelesaikan studi 1 tahun 7 bulan 3 hari bukan hal mudah bagi Agnes.

Agnes menceritakan, sudah berniat kuliah S2 sejak lama sekitar 10 tahun lalu.

Namun, mimpi tersebut sempat memudar.

Hingga akhirnya pandemi Covid-19 melanda.

Di masa pandemi Covid-19, ia mendapatkan banyak hikmah.

Keinginan untuk kuliah lagi pun kembali datang.

Beruntung, sang suami pun mendukung langkahnya untuk kembali melanjutkan pendidikan.

Di waktu bersamaan, Agnes membuat keputusan yang cukup berani, yakni resign dari pekerjaan dan meninggalkan jabatannya yang cukup mentereng.

Sekadar info, ia dulunya bekerja di Group Danone Specialized Nutrition, tepatnya di PT. Sarihusada Generasi Mahardika sebagai Production Supervisor.

“Resign dari pekerjaan rutin, belajar berbisnis, dan kuliah lagi di jurusan bisnis untuk mendukung kebutuhan utama saat itu yaitu membangun bisnis sendiri,” ujarnya.

Pada 2022, akhirnya Agnes melanjutkan studi di Prodi Master of Business Administration (MBA) di Kampus Yogyakarta dengan mengambil Program Senior Executive MBA (SEMBA).

“Ternyata mimpi 10 tahun lalu tidak berubah. Apa yang diimpikan dahulu terhambat karena keterbatasan, kini bisa dilakukan."

"Mimpi tidak berubah, hanya jalan untuk merealisasikan saja yang berbeda,” urainya.

Sembari merajut mimpi untuk mendapatkan gelar MBA, ia merintis bisnis di bidang Food and Beverage (FnB).

Agnes menjalankan perusahaan rintisan bernama Kitchensync melalui kolaborasi dengan tiga rekannya.

Kitchensync didirikan untuk menyediakan solusi bagi para pelaku bisnis FnB, terutama restoran kecil hingga menengah (UMKM), yang membutuhkan layanan dukungan operasional.

itchensync memiliki bisnis inti yaitu menyediakan bahan baku dan produk setengah jadi, serta layanan riset dan pengembangan produk.

Perusahaan ini berafiliasi dengan beberapa merek restoran seperti Nolda Pocha (restoran bertema makanan jalanan Korea), Nasi Iskandar (restoran bertema Melayu/Nasi Kandar), dan Oetak-oetak (Pempek dari Palembang), yang total cabangnya kini berjumlah lebih dari 15 cabang, tersebar di Jawa, Bali, dan Sumatra.

“Selain itu kita juga memiliki merek restoran sendiri bernama Udon Mura yaitu restoran bertema Jepang yang berlokasi di Tangerang Selatan,” ucap Agnes yang menjadi Co-Founder dan COO Kitchensync.

Menjalankan bisnis bukanlah hal yang mudah, terlebih bagi dirinya yang tergolong pemain baru.

Bisnis yang masih seumur jagung ini sempat mengalami kondisi maju dan mundur.

Sebut saja saat awal memulai bisnis, salah satu founder tiba-tiba mundur begitu saja.

Selain itu, turn over karyawan cukup tinggi.

“Namun, show must go on dengan berbekal visi dan misi dan jelas kami terus melanjutkan apa yang sudah dirancang dan syukurlah pada akhirnya bisa terus berlanjut hingga sekarang,” jelasnya sembari menambahkan saat ini mereka sedang mengembangkan bisnis berkelanjutan dengan merancang bisnis berbasis Cloud Kitchen.

Agnes mengaku tidak memiliki pengalaman apapun saat memulai bisnis.

Namun, ia memiliki kemauan dan tekad yang kuat untuk berbisnis.

Karenanya ia mendorong siapa pun yang ingin berbisnis untuk tidak takut bermimpi besar.

“Mulai saja, sebesar apapun bisnis selalu dimulai dari hal kecil."

"Asalkan memiliki mimpi yang besar dan bentuk lingkaran pertemanan yang mendukung."

"Sebab, orang-orang terdekatmu adalah cerminan dirimu di masa kini dan mendatang,” tuturnya.

Menjalani kuliah sekaligus berbisnis tentu tidaklah mudah untuk dijalani.

Namun Agnes mengakui dengan manajemen waktu yang baik, keduanya bisa berjalan beriringan.

Untuk membantu proses pembelajaran di sela-sela merajut mimpi untuk menjadi pebisnis, ia menerapkan beberapa trik. Salah satunya dengan membuat rangkuman dari berbagai buku literatur dan slide dari dosen per chapter dengan tulisan tangan.

Upaya lain yang Agnes lakukan adalah rutin mengakses informasi melalui berbagai media pembelajaran terkait bisnis.

Biasanya rutinitas itu ia lakukan 30 menit hingga 1 jam menjelang tidur.

Lalu, disela-sela perjalanan dari Jakarta, kota tempat bermukim Agnes saat ini, ke Yogyakarta untuk berkuliah, ia sempatkan membaca materi yang akan dibahas saat perkuliahan.

“Saya memanfaatkan waktu perjalanan kereta Jakarta-Jogja setiap minggu untuk membaca materi yang akan dibahas di perkuliahan esok harinya di kelas weekend atau fullday di hari Sabtu."

"Selain itu juga melakukan diskusi dengan teman-teman kuliah untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda-beda dari berbagai profesi dan industri,” paparnya.

Agnes menyampaikan menjadi bagian dari keluarga besar MM UGM Yogyakarta adalah sebuah kebanggaan dan kesempatan emas yang tidak semua orang bisa rasakan.

Di sini, dia tidak hanya belajar tentang teori dan konsep-konsep manajemen, tetapi juga menyerap berbagai nilai-nilai penting yang akan membentuk karakter dan kesiapan kita dalam menghadapi dunia profesional.

“Beberapa nilai berharga yang saya ambil selama menjalani kuliah adalah soal integritas dan etika, kemandirian dan inovasi untuk menjadi pemimpin yang visioner, serta kolaborasi dan kerja sama.

Nilai-nilai itu sangat membantu saya, terlebih dalam mengembangkan bisnis,” pungkasnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews

https://surabaya.tribunnews.com/2024/09/07/kisah-muhammad-ibnu-pegawai-nekat-banting-setir-jualan-roti-di-pinggir-jalan-bosan-kerja-kantoran