Kementerian PPPA Dorong Hukuman Maksimal bagi Dokter Residensi Tersangka Kekerasan Seksual di RSHS Bandung

Kementerian PPPA Geram: Desak Penegakan Hukum Tegas Kasus Kekerasan Seksual di RSHS

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menunjukkan respons tegas terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan seorang dokter residen anestesi (PAP) dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Menteri PPPA, Arifah Fauzi, secara terbuka mendesak agar pelaku dijatuhi hukuman maksimal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

"Kami mengutuk keras tindakan kekerasan seksual ini dan akan mengawal proses hukumnya hingga tuntas. Pelaku harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya," tegas Arifah Fauzi dalam keterangan resminya, Jumat (11/4/2025). Beliau juga menekankan potensi pemberatan hukuman mengingat posisi pelaku sebagai tenaga medis yang memiliki relasi kuasa terhadap korban. Pemberatan hukuman ini dapat dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Ancaman Hukuman Berat Menanti Pelaku

Menteri Arifah Fauzi menjelaskan bahwa PAP dapat dijerat dengan Pasal 6 juncto Pasal 15 UU TPKS, yang mengatur ancaman pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp300 juta. Lebih lanjut, beliau menekankan bahwa unsur pemberatan hukuman dapat diterapkan mengingat status pelaku sebagai tenaga medis dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam situasi di mana korban berada dalam kondisi rentan.

"Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua orang, bukan malah menjadi tempat terjadinya tindak kekerasan. Kejadian ini sangat disesalkan dan menjadi tamparan keras bagi kita semua," ujarnya.

Kronologi Kasus dan Penanganan Hukum

Kasus ini mencuat setelah Polda Jawa Barat menetapkan PAP (31) sebagai tersangka dan melakukan penahanan. PAP diduga melakukan kekerasan seksual terhadap salah satu anggota keluarga pasien yang tengah dirawat di RSHS Bandung. Perkembangan terbaru menunjukkan adanya dua korban tambahan yang telah melapor, yaitu pasien perempuan berusia 21 dan 31 tahun. Dugaan tindakan pelecehan tersebut terjadi pada tanggal 10 dan 16 Maret 2025.

Kementerian PPPA berkomitmen untuk mengawal proses hukum kasus ini secara transparan dan adil, serta memberikan dukungan penuh kepada para korban. Langkah-langkah koordinasi dengan pihak kepolisian dan pihak-pihak terkait terus dilakukan untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan serius dan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

KemenPPPA Mengawal Kasus Hingga Tuntas

Kementerian PPPA menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Edukasi dan sosialisasi akan terus digencarkan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua orang, khususnya bagi perempuan dan anak-anak. Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, sehingga kewaspadaan dan upaya pencegahan harus terus ditingkatkan. Menteri PPPA juga meminta kepada semua pihak agar berani melaporkan jika menjadi korban atau mengetahui adanya tindak kekerasan seksual. Perlindungan terhadap korban akan menjadi prioritas utama dalam penanganan kasus ini.

Berikut adalah poin-poin penting terkait kasus ini:

  • Menteri PPPA mendesak hukuman maksimal bagi pelaku kekerasan seksual di RSHS Bandung.
  • Pelaku adalah dokter residen anestesi PPDS FK Unpad.
  • Pelaku dapat dijerat dengan UU TPKS dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara dan/atau denda Rp300 juta.
  • Polda Jawa Barat telah menetapkan PAP sebagai tersangka dan menahannya.
  • Ada tiga korban dalam kasus ini.
  • Kementerian PPPA akan mengawal proses hukum secara transparan dan adil.