Polemik Hak Pilih ASN dalam Pilkada: Bupati Kaur Mengusulkan Pembatasan Demi Netralitas Birokrasi

Bupati Kaur Dorong Pembatasan Hak Pilih ASN untuk Hindari Politisasi Birokrasi

Bupati Kaur, Gusril Pausi, melontarkan usulan kontroversial terkait hak pilih Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Berdasarkan pengalamannya, Gusril menilai bahwa ASN rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, terutama petahana, sehingga mengganggu netralitas birokrasi dan efektivitas pemerintahan.

"Usulan ini berangkat dari pengalaman langsung saya. ASN adalah mesin birokrasi, dan ketika mereka terlibat dalam politik praktis, terutama Pilkada, akan sangat merugikan," ujar Gusril.

Gusril menyoroti potensi politisasi ASN yang dapat menghambat jalannya pemerintahan, terutama jika kepala daerah terpilih bukan petahana. Ketidakloyalan ASN terhadap kepala daerah baru dapat menghambat implementasi program dan pembangunan daerah. Ia mencontohkan pengalamannya sendiri ketika dilantik menjadi Bupati Kaur.

"Setelah pelantikan, saya menghadapi kendala dalam menata birokrasi. Banyak kepala dinas dan camat yang tidak patuh. Bahkan, ada camat yang menolak menandatangani proses pencairan dana desa karena tidak mendukung saya saat Pilkada," ungkapnya.

Lebih lanjut, Gusril mengungkapkan kesulitan dalam membangun koordinasi dengan sejumlah kepala dinas setelah pelantikan. Ia menduga bahwa ketidakpatuhan ini dipicu oleh aturan yang melindungi pejabat eselon II dari mutasi dalam jangka waktu tertentu setelah pelantikan kepala daerah baru.

"Para pejabat merasa aman karena kepala daerah baru tidak bisa melakukan mutasi. Akibatnya, mereka tetap tidak patuh, tetapi tetap menikmati fasilitas jabatan," keluhnya.

Menyamakan dengan TNI/Polri: Demi Netralitas Pemilu

Gusril mengusulkan agar pemerintah pusat dan DPR mempertimbangkan untuk mencabut hak pilih ASN dalam Pilkada, serupa dengan kebijakan yang berlaku bagi anggota TNI dan Polri. Ia berpendapat bahwa langkah ini akan menjamin netralitas ASN dan mencegah politisasi birokrasi.

"Di TNI/Polri, jika terbukti berpihak, sanksinya jelas, bahkan bisa dipecat. Hal ini perlu dipertimbangkan untuk diterapkan juga pada ASN," tegas Gusril.

Usulan Bupati Kaur ini memicu perdebatan mengenai batasan hak politik ASN dan perlunya menjaga netralitas birokrasi dalam proses demokrasi. Pembatasan hak pilih ASN akan menjadi preseden penting dan membuka ruang diskusi lebih lanjut mengenai reformasi birokrasi dan penyelenggaraan pemilu yang adil dan transparan.

Tantangan Kepala Daerah Baru

Gusril juga menyoroti tantangan yang dihadapi kepala daerah baru dalam mewujudkan janji politik kepada masyarakat. Di satu sisi, kepala daerah dituntut untuk segera merealisasikan program kerja, tetapi di sisi lain, birokrasi belum sepenuhnya taat dan loyal.

"Ini menjadi beban bagi banyak kepala daerah baru. Mereka harus bekerja keras untuk membangun kepercayaan dan memastikan bahwa birokrasi mendukung visi dan misi mereka," pungkasnya.

Usulan ini masih memerlukan kajian mendalam dan pembahasan lebih lanjut dengan berbagai pihak terkait. Namun, inisiatif ini menunjukkan keseriusan dalam mewujudkan birokrasi yang bersih, profesional, dan netral, serta mendukung penyelenggaraan Pilkada yang berkualitas.