Dokter dan Istri Jadi Tersangka Penganiayaan ART: Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara
Pasangan Dokter di Jakarta Timur Ditahan Atas Kasus Penganiayaan ART
Jakarta - Kasus penganiayaan terhadap asisten rumah tangga (ART) kembali mencoreng citra hukum di Indonesia. Kali ini, seorang dokter berinisial AMS (41) dan istrinya, SSJH (35), harus berurusan dengan pihak kepolisian setelah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak kekerasan terhadap ART mereka, SR (25). Keduanya kini mendekam di sel tahanan Polres Metro Jakarta Timur.
Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, Kapolres Metro Jakarta Timur, mengkonfirmasi penahanan pasangan suami istri tersebut. "Benar, AMS dan SSJH telah ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini ditahan terkait kasus penganiayaan terhadap ART," ujarnya kepada awak media, Jumat (11/4/2025).
Menurut keterangan polisi, SSJH diduga menjadi pelaku utama dalam serangkaian tindakan kekerasan yang dialami SR. Sementara itu, AMS, yang berprofesi sebagai dokter, diduga turut serta membantu atau bahkan melakukan penganiayaan terhadap korban.
"Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa SSJH melakukan penganiayaan dengan berbagai cara, termasuk memukul, menjambak rambut, menendang, serta membenturkan kepala korban ke meja dan lantai," jelas Kombes Pol Nicolas. "Suaminya, AMS, juga terlibat dalam beberapa kesempatan, sehingga kami menetapkannya sebagai tersangka karena turut serta melakukan tindak kekerasan."
Ancaman Hukuman Berat Menanti
Pasangan ini dijerat dengan Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan/atau Pasal 351 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman maksimal yang dapat dikenakan adalah 10 tahun penjara.
"Korban mengalami luka berat akibat penganiayaan tersebut. Oleh karena itu, ancaman pidananya maksimal 10 tahun penjara sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tegas Kapolres.
Kronologi Penangkapan dan Awal Mula Kasus
AMS dan SSJH ditangkap pada tanggal 8 April 2025 setelah sebelumnya mangkir dari panggilan pemeriksaan polisi. Kasus ini mencuat ke publik setelah viral di media sosial.
Berdasarkan informasi yang beredar, SR baru bekerja sebagai ART di keluarga tersebut sejak November 2024. Pada tanggal 18 Maret 2025, keluarga korban menerima kabar bahwa SR ingin pulang dan meminta uang tebusan sebesar Rp 5 juta. Keluarga kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada kepala desa dan diteruskan ke Mapolsek Somagede. Saat menjemput SR, keluarga mendapati kondisi korban yang memprihatinkan, dengan luka dan lebam di sekujur tubuh.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan terhadap pekerja rumah tangga dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan. Masyarakat diharapkan lebih peduli dan berani melaporkan tindak kekerasan yang terjadi di sekitar mereka.
Rincian Tindak Kekerasan yang Dilakukan Pelaku :
- Memukul
- Menjambak
- Menendang
- Membenturkan kepala korban ke meja
- Membenturkan kepala korban ke lantai
Pentingnya Perlindungan ART
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya regulasi yang lebih kuat untuk melindungi hak-hak ART. Eksploitasi dan kekerasan terhadap ART seringkali terjadi karena kurangnya perlindungan hukum dan kesadaran masyarakat. Diperlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan adil bagi para pekerja rumah tangga.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk melindungi ART:
- Peningkatan Kesadaran: Mengedukasi masyarakat tentang hak-hak ART dan bahaya eksploitasi.
- Penguatan Regulasi: Mendorong pemerintah untuk mengeluarkan undang-undang yang melindungi hak-hak ART, termasuk upah minimum, jam kerja yang layak, dan perlindungan terhadap kekerasan.
- Pelaporan: Mendorong korban kekerasan untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.
- Dukungan: Memberikan dukungan psikologis dan hukum kepada korban kekerasan.