Sengketa Lahan Vihara Tien En Tang Memanas: Yayasan Pertanyakan Keabsahan Putusan Pengadilan Tinggi
Sengketa Lahan Vihara Tien En Tang Memanas: Yayasan Pertanyakan Keabsahan Putusan Pengadilan Tinggi
Perseteruan panjang terkait kepemilikan lahan Vihara Tien En Tang di Jakarta Barat memasuki babak baru yang semakin pelik. Yayasan Metta Karuna Maitreya, selaku pengelola vihara, kini mempertanyakan keabsahan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang memenangkan gugatan perdata dari pihak ahli waris. Putusan tersebut memerintahkan pengosongan lahan dan bangunan vihara, memicu keresahan di kalangan umat.
Sengketa ini bermula pada tahun 2022 dan melibatkan dua ranah hukum: pidana dan perdata. Dalam ranah pidana, kasus pemalsuan sertifikat kepemilikan vihara bergulir hingga Mahkamah Agung (MA). Putusan MA memenangkan pihak yayasan dengan menyatakan sertifikat yang diklaim oleh ahli waris sebagai palsu. Namun, kemenangan ini tidak mengakhiri sengketa.
Ahli waris kemudian mengajukan gugatan perdata. Pada tingkat pertama, pengadilan memenangkan yayasan. Akan tetapi, putusan ini dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang justru memenangkan gugatan ahli waris dan memerintahkan pengosongan vihara.
Kejanggalan Putusan Pengadilan Tinggi
Tim pengacara Yayasan Metta Karuna Maitreya, Diantori, menyatakan keheranannya atas putusan PT DKI Jakarta. Menurutnya, hakim PT DKI Jakarta dalam pertimbangannya justru menyatakan sertifikat milik ahli waris yang sudah dinyatakan palsu oleh MA menjadi sah.
"Ini yang jadi kaget kita, sudah menang dari awal sampai Mahkamah Agung, di pengadilan perdata kalah kita," ungkap Diantori, Jumat (11/4/2025).
Diantori menambahkan bahwa putusan PT DKI Jakarta tidak hanya memenangkan ahli waris, tetapi juga memerintahkan pengosongan lahan dan bangunan Vihara Tien En Tang. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan ketakutan di kalangan umat yang selama ini menjadikan vihara sebagai tempat ibadah.
Duduk Perkara Sengketa
Kapolres Metro Jakarta Barat pada tahun 2022, Kombes Pasma Royce, menjelaskan bahwa sengketa ini berakar dari sejarah panjang antara ahli waris dan pengurus yayasan. Dahulu, ibu dari ahli waris tinggal bersama pengurus yayasan di bangunan yang kini menjadi vihara. Setelah sang ibu meninggal, pengurus yayasan mengubah bangunan tersebut menjadi tempat ibadah.
Permasalahan muncul ketika ahli waris menggugat kepemilikan vihara, mengklaim bahwa lahan tersebut adalah warisan yang sah. Pihak yayasan, di sisi lain, berargumen bahwa lahan tersebut telah dibeli dari uang umat dan digunakan untuk kepentingan ibadah.
Implikasi Putusan Pengadilan
Putusan PT DKI Jakarta berpotensi menimbulkan konflik yang lebih besar. Umat Vihara Tien En Tang khawatir akan kehilangan tempat ibadah mereka. Pihak yayasan berencana mengambil langkah hukum lebih lanjut untuk mempertahankan hak mereka atas lahan tersebut.
Sengketa ini menyoroti kompleksitas permasalahan kepemilikan lahan, terutama yang melibatkan tempat ibadah. Kasus Vihara Tien En Tang menjadi pengingat akan pentingnya kejelasan hukum dan perlindungan terhadap hak-hak umat beragama untuk beribadah dengan tenang dan aman.
Poin-poin penting sengketa:
- Sengketa lahan Vihara Tien En Tang antara ahli waris dan Yayasan Metta Karuna Maitreya
- Putusan MA menyatakan sertifikat ahli waris palsu dalam ranah pidana
- PT DKI Jakarta memenangkan gugatan perdata ahli waris dan memerintahkan pengosongan
- Yayasan mempertanyakan keabsahan putusan PT DKI Jakarta
- Umat Vihara Tien En Tang resah dan khawatir kehilangan tempat ibadah
Sengketa ini masih akan terus berlanjut dan membutuhkan penyelesaian yang adil dan bijaksana demi menjaga kerukunan umat beragama dan kepastian hukum.