Pedagang dan Pembeli Pasar Tradisional Tercekik: Harga Kelapa Parut Meroket
Lonjakan Harga Kelapa Parut Ancam Perekonomian Pedagang Kecil
Kenaikan harga kelapa parut yang signifikan di pasar-pasar tradisional Jabodetabek telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang dan konsumen. Harga yang melambung tinggi hingga mencapai Rp 25.000 per kilogram memaksa para pelaku usaha mikro untuk memutar otak, sementara pembeli rumah tangga semakin mempertimbangkan kembali kebutuhan mereka.
Usin, seorang pedagang kelapa parut di Pasar Rawa Bebek, Bekasi Barat, mengungkapkan bahwa kenaikan harga ini telah menyebabkan penurunan drastis dalam penjualan. "Pelanggan jadi mengurangi pembelian karena harganya mahal. Biasanya beli dua butir, sekarang cuma satu. Banyak yang mengeluh, tapi mau bagaimana lagi, harganya memang sedang tinggi," ujarnya, Jumat (11/4/2025).
Kondisi serupa juga dirasakan oleh Ijah, seorang pedagang pecel ayam yang menjadi pelanggan Usin. Ia mengeluhkan bahwa mahalnya harga kelapa parut berdampak langsung pada biaya produksi jualannya. "Mau jualan jadi mahal sekali. Tetap harus beli, tapi ya bikin nasi uduknya dikurangi," ungkapnya dengan nada pasrah.
Dampak Ganda: Penurunan Omzet dan Ancaman Kebusukan
Di Pasar Klender SS, Jakarta Timur, Deden, seorang pedagang kelapa parut lainnya, mengamini bahwa jumlah pelanggannya menyusut drastis akibat lonjakan harga. Ia mengaku kesulitan menjual 100 butir kelapa parut per hari, padahal sebelumnya ia bisa menjual hingga 200 butir. "Langganan yang biasa beli lima jadi tiga, beli empat sekarang cuma dua. Kalau yang buat cuma nyayur di rumah ya nggak jadi beli," jelasnya.
Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa kelapa parut, terutama yang sudah dibersihkan serabutnya, memiliki masa simpan yang terbatas. Hal ini menyebabkan kerugian bagi pedagang jika tidak habis terjual dalam sehari. "Kita maunya ya harga murah biar banyak yang beli. Mau harga murah, harga mahal kita ambil untungnya tetap segitu-segitu saja. Nggak yang kalau harga naik kita tambahin untungnya," imbuh Deden.
Keluhan Pedagang dan Dilema Konsumen
Johari, pedagang kelapa parut lainnya di Pasar Klender SS, juga merasakan dampak yang sama. Ia seringkali menerima keluhan dari pembeli yang merasa harga kelapa parut terlalu mahal. "Banyak kalau yang ngeluh mah, dikiranya kita yang ngambil untung banyak. 'Wah Pak, mahal amat', 'Bu, dari sononya ini mahal. Di sini kita juga waduh bu, gede di modalnya doang'," tuturnya.
Ia menambahkan bahwa banyak konsumen rumah tangga yang akhirnya mengurungkan niat untuk membeli kelapa parut dan memilih untuk membeli bahan makanan lain yang lebih terjangkau. "Buat yang beli kaya buat sayur santan di rumah kayanya ya, malah banyak yang nggak jadi beli. Mungkin mikirnya daripada beli kelapa Rp 20.000, mendingan pakai beli sayuran buat makan, terutama beli beras," pungkasnya.
Kenaikan harga kelapa parut ini menjadi sinyal peringatan bagi stabilitas ekonomi para pedagang kecil dan daya beli masyarakat. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan segera turun tangan untuk mencari solusi agar harga kelapa parut kembali stabil dan tidak membebani masyarakat. Solusi jangka panjang dan pendek harus segera dipertimbangkan agar harga kelapa parut stabil kembali.
Daftar Pasar yang Terdampak Kenaikan Harga Kelapa Parut:
- Pasar Rawa Bebek, Bekasi Barat
- Pasar Klender SS, Jakarta Timur