Pemerintah Didesak Percepat Implementasi Cukai Minuman Berpemanis Demi Kesehatan Masyarakat
Mendesak Implementasi Cukai Minuman Berpemanis untuk Kesehatan Masyarakat
Pemerintah didesak untuk tidak menunda lagi penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini. Momentum ini diperkuat dengan telah ditandatanganinya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto, yang seharusnya menjadi dasar percepatan penyusunan aturan teknis terkait cukai MBDK.
Keppres 4/2025: Momentum Krusial
Keppres 4/2025 menetapkan program penyusunan peraturan pemerintah sepanjang tahun 2025. Dalam lampiran beleid tersebut, terdapat 23 rancangan peraturan pemerintah, dimana nomor tujuh mencantumkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Barang Kena Cukai Berupa Minuman Berpemanis dalam Kemasan, dengan Kementerian Keuangan sebagai pemrakarsa.
Cukai MBDK: Investasi Kesehatan Masyarakat
Penerapan cukai MBDK bukan sekadar kebijakan fiskal, melainkan langkah strategis dan investasi jangka panjang untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Konsumsi gula berlebih telah terbukti menjadi faktor risiko utama berbagai penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, obesitas, dan penyakit kardiovaskular. Kebijakan ini selaras dengan upaya global untuk menanggulangi dampak negatif konsumsi gula berlebih yang semakin mengkhawatirkan.
Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) dalam studinya menunjukkan bahwa penerapan cukai MBDK sebesar 20% berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis hingga 17,5%. Dampak positifnya sangat signifikan, di antaranya dapat mencegah sekitar 3,1 juta kasus baru diabetes tipe 2 dan menyelamatkan 455.310 jiwa dari penyakit tersebut. Selain itu, pemberlakuan cukai juga berpotensi menghemat biaya kesehatan langsung (kuratif) dan tidak langsung (kerugian produktivitas) akibat diabetes sebesar Rp 40,6 triliun hingga tahun 2033.
Implementasi Efektif: Kunci Keberhasilan
Agar kebijakan cukai ini berdampak optimal, pemerintah perlu memastikan cakupan regulasi yang inklusif, mencakup semua produk MBDK. Kebijakan yang tidak komprehensif akan membuka celah bagi produsen untuk mengalihkan konsumsi ke produk yang tidak dikenakan cukai, sehingga mengurangi efektivitasnya. Studi tentang elastisitas harga juga menunjukkan bahwa tarif cukai yang memadai dapat mendorong konsumen beralih ke alternatif yang lebih sehat, seperti air minum dalam kemasan, yang tetap menguntungkan industri minuman secara keseluruhan.
Belajar dari Pengalaman Malaysia
Pengalaman Malaysia dalam menerapkan cukai MBDK pada tahun 2019 dapat menjadi pelajaran berharga. Negara jiran tersebut mengenakan cukai sebesar 0,40 ringgit per liter untuk minuman bersoda dengan kandungan gula lebih dari 5 gram per 100 mililiter, minuman berbahan dasar susu dengan gula lebih dari 7 gram per 100 mililiter, dan minuman buah atau sayur dengan gula tambahan lebih dari 12 gram per 100 mililiter. Namun, tarif ini dinilai terlalu rendah dan tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan konsumsi. Akibatnya, penerapan cukai MBDK sebesar 8% hanya berdampak pada penurunan konsumsi MBDK sebesar 9,25% (CISDI, 2022). Malaysia kini tengah merevisi kebijakannya dan berencana menaikkan tarif cukai MBDK tahun depan untuk mencapai efektivitas yang lebih besar. Pemerintah Indonesia dapat belajar dari pengalaman ini dengan segera memberlakukan cukai MBDK mulai semester II tahun ini dan menetapkan tarif yang cukup tinggi untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat serta mendorong industri untuk menyediakan pilihan produk yang lebih sehat.
Tantangan dan Solusi
Penerapan cukai MBDK telah tertunda sejak tahun 2016 karena berbagai alasan. Keterlibatan lintas kementerian menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini. Pasca diterbitkannya Keppres 4/2025, Kementerian Keuangan memegang peranan krusial dalam menyusun regulasi teknis. Regulasi tersebut harus mencakup penetapan tarif cukai yang efektif untuk menekan konsumsi MBDK serta mekanisme earmarking untuk memastikan penggunaan dana cukai terarah. Kementerian Kesehatan berperan dalam menetapkan ambang batas kandungan gula dalam minuman, yang hingga kini masih dalam tahap kajian dan perlu dipercepat. Sementara itu, Kementerian Perindustrian perlu memastikan bahwa kebijakan cukai tetap memberikan ruang bagi industri minuman untuk beradaptasi dengan reformulasi produk yang lebih sehat. Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan menjadi pelaksana utama dalam implementasi cukai MBDK, termasuk dalam pengawasan dan mekanisme pengumpulan cukai.
Partisipasi Publik dan Transparansi
Untuk menghasilkan kebijakan yang berimbang dan memiliki legitimasi tinggi, pemerintah juga harus melibatkan masyarakat sipil dalam penyusunannya. Tanpa keterlibatan inklusif berbagai pihak, kebijakan yang mendasari penerapan cukai MBDK berpotensi menghadapi resistansi dari industri atau kurang mendapatkan dukungan dari masyarakat. Regulasi teknis harus didasarkan pada data ilmiah dan praktik terbaik dari negara-negara lain yang telah berhasil menerapkan cukai MBDK. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana cukai menjadi faktor penentu keberhasilan kebijakan ini. Dana yang didapatkan dari cukai MBDK, yang diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun, harus dialokasikan secara khusus untuk program kesehatan masyarakat, seperti pencegahan penyakit tidak menular, edukasi gizi, serta peningkatan fasilitas kesehatan. Pemerintah dapat menerapkan mekanisme earmarking, di mana dana cukai tidak dimasukkan ke dalam pendapatan negara, melainkan langsung dialokasikan untuk program-program yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Partisipasi publik dalam mengawasi penggunaan dana cukai juga menjadi elemen penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan ini. Dengan keterlibatan publik yang kuat, penerapan cukai MBDK dapat lebih diterima dan memiliki dampak lebih luas bagi kesehatan masyarakat.
Kesimpulan
Pemberlakuan cukai MBDK merupakan langkah maju dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia. Namun, efektivitas kebijakan ini bergantung pada berbagai faktor, termasuk besaran tarif cukai, cakupan produk yang dikenai cukai, mekanisme earmarking, serta transparansi pengelolaan dana. Dengan pengelolaan yang baik, cukai MBDK berpotensi besar menjadi solusi kesehatan yang berkelanjutan, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan menciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat bagi industri minuman di Indonesia.
Aliyah Almas Saadah, Advocacy Officer for Food Policy CISDI
Nida Adzilah Auliani, Project Lead for Food Policy CISDI