Harga Ayam Anjlok: PINSAR Mendesak Intervensi Pemerintah untuk Selamatkan Peternak dari Kebangkrutan
Peternak Ayam Rakyat Terancam Bangkrut Akibat Harga Anjlok, PINSAR Serukan Tindakan Darurat Pemerintah
Industri peternakan ayam rakyat di Indonesia tengah berada di ambang krisis akibat penurunan harga ayam hidup yang tajam dan berkelanjutan. Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) memperingatkan bahwa kondisi ini, yang telah berlangsung sejak awal Ramadan hingga pasca-Lebaran, mengancam keberlangsungan hidup ribuan peternak kecil dan menengah di seluruh negeri, terutama di wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali.
Ketua Umum DPP PINSAR, Singgih Januratmoko, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi yang memburuk ini. "Harga ayam hidup, khususnya untuk ukuran 1,8 kg ke atas, telah merosot drastis dalam sepekan terakhir, hanya berkisar antara Rp 15.000 hingga Rp 18.000 per kg. Bahkan, di beberapa daerah seperti Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, harga sempat menyentuh titik terendah Rp 14.000 per kg pada 8 April 2025," ujarnya.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena jauh di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) yang saat ini diperkirakan mencapai Rp 19.000 hingga Rp 19.500 per kg. Tingginya biaya bibit ayam (DOC) dan pakan menjadi faktor utama yang memberatkan peternak. "Peternak mengalami kerugian yang sangat besar. Meskipun permintaan pasar meningkat selama Lebaran dan serapan mencapai 100 persen, harga ayam hidup hanya mencapai Rp 19.000 per kg, yang masih belum mampu menutupi biaya produksi," jelas Singgih.
Ironisnya, harga karkas ayam di tingkat konsumen tetap tinggi, berkisar antara Rp 37.000 hingga Rp 40.000 per kg, namun kenaikan ini tidak memberikan dampak positif bagi peternak di tingkat produksi. Ketidakseimbangan ini menunjukkan adanya permasalahan serius dalam rantai pasok dan distribusi ayam.
Sekretaris Jenderal DPP PINSAR, Muhklis Wahyudi, menambahkan bahwa tingginya stok ayam di kandang, terutama ayam dengan ukuran 1,8 kg ke atas, semakin memperburuk situasi. Ia khawatir jika tidak segera ditangani, harga ayam hidup dapat terus merosot hingga mencapai Rp 12.000 per kg.
"Praktik panic selling yang dilakukan oleh broker dan Rumah Pemotongan Hewan Unggas (RPHU) juga memperparah kondisi ini, membuat posisi peternak semakin terpojok. Kondisi cash flow peternak UMKM semakin berat dan tidak stabil. Jika tidak ada intervensi, kelangsungan usaha peternakan ayam di Indonesia berada di ambang krisis," tegas Mukhlis.
Melihat kondisi yang semakin genting ini, DPP PINSAR mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah konkret dan strategis untuk menyelamatkan peternak ayam rakyat. Salah satu langkah mendesak adalah penegakan Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 6 Tahun 2024.
PINSAR meminta pemerintah untuk menetapkan harga acuan pembelian ayam hidup di tingkat produsen minimal Rp 23.000 per kg dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen Rp 25.000 per kg. Langkah ini penting untuk menjamin stabilitas harga dan melindungi peternak dari kerugian yang berkelanjutan. Selain itu, PINSAR juga meminta kementerian terkait untuk meningkatkan serapan pasar domestik dan ekspor.
Berikut adalah beberapa langkah yang diusulkan PINSAR untuk mengatasi krisis ini:
- Penegakan Harga Acuan: Pemerintah harus secara tegas menegakkan harga acuan pembelian ayam hidup di tingkat produsen minimal Rp 23.000 per kg dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen Rp 25.000 per kg.
- Peningkatan Serapan Pasar: Pemerintah perlu meningkatkan serapan pasar domestik dan ekspor dengan memperkuat koordinasi dengan sektor swasta dan pemerintah daerah.
- Perluasan Distribusi: Memperluas saluran distribusi ayam, termasuk peluang ekspor dan program pangan nasional, untuk memastikan ayam sampai ke konsumen dengan harga yang wajar.
- Bantuan dan Insentif: Memberikan bantuan dan insentif kepada peternak rakyat, seperti subsidi pakan atau insentif harga, untuk membantu mereka bertahan di tengah tekanan harga yang tidak rasional.
- Pengawasan Broker dan RPHU: Melakukan pengawasan ketat terhadap praktik broker dan RPHU yang merugikan peternak, termasuk tindakan hukum bagi pelanggaran pasar.
- Revisi UU Peternakan: Mempercepat revisi UU Nomor 18 Tahun 2009 dan UU Nomor 41 Tahun 2004 untuk menciptakan regulasi yang lebih berpihak pada keberlanjutan sektor peternakan.
- Pengembangan Infrastruktur: Mengembangkan infrastruktur dan fasilitas pendukung peternakan untuk menurunkan HPP dan mendorong efisiensi produksi.
Singgih menekankan bahwa dukungan seperti subsidi pakan atau insentif harga sangat dibutuhkan untuk membantu peternak bertahan di tengah tekanan harga yang tidak rasional. Selain itu, PINSAR juga mendorong percepatan revisi Undang-Undang Peternakan untuk menciptakan regulasi yang lebih berpihak pada keberlanjutan sektor peternakan. Pemerintah juga diharapkan mengembangkan infrastruktur dan fasilitas pendukung peternakan untuk menurunkan HPP dan mendorong efisiensi produksi.
"Dengan perhatian serius dari pemerintah dan semua pemangku kepentingan, industri peternakan ayam di Indonesia diharapkan dapat segera pulih dan kembali mencapai keseimbangan harga yang adil bagi semua pihak," pungkas Singgih. PINSAR berharap pemerintah segera bertindak cepat dan tepat untuk menyelamatkan peternak ayam rakyat dari kebangkrutan dan menjaga stabilitas industri peternakan ayam di Indonesia.