Skandal Pagar Laut Bekasi: Dua Kepala Desa Segara Jaya Ditetapkan Tersangka Pemalsuan Sertifikat Tanah

Skandal Pagar Laut Bekasi: Dua Kepala Desa Segara Jaya Ditetapkan Tersangka Pemalsuan Sertifikat Tanah

Jakarta - Kasus kontroversial pembangunan pagar laut di Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, memasuki babak baru yang signifikan. Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka terkait dugaan pemalsuan 93 sertifikat hak milik (SHM) di area proyek tersebut. Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Bareskrim Polri, Jakarta, pada Kamis (10/4/2025).

Sembilan tersangka tersebut terdiri dari beragam pihak yang diduga terlibat dalam praktik ilegal ini. Di antara mereka, terdapat dua tokoh kunci pemerintahan desa, yakni Kepala Desa Segara Jaya saat ini, Abdul Rasyid, dan mantan Kepala Desa Segara Jaya dengan inisial MS. Selain itu, sejumlah staf kantor desa juga turut terseret dalam kasus ini, termasuk JM selaku Kepala Seksi Pemerintahan, Y sebagai staf desa, dan S yang merupakan staf kecamatan. Mereka diduga memiliki peran dalam memuluskan proses pemalsuan sertifikat.

Tidak hanya itu, tim pendukung program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) juga ikut terjerat. AP, yang menjabat sebagai Ketua Tim Support PTSL, GG sebagai petugas ukur tim support PTSL, MJ selaku operator komputer, dan HS sebagai tenaga pembantu di tim support program PTSL, turut ditetapkan sebagai tersangka. Keterlibatan mereka dalam proses PTSL menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas program tersebut.

Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa penetapan tersangka ini merupakan hasil dari gelar perkara yang melibatkan penyidik, wassidik, dan penyidik madya. "Dari hasil gelar perkara yang dihadiri oleh penyidik, kemudian dari wassidik, dari penyidik madya, kami sepakat menetapkan sembilan orang tersangka," ujarnya.

Peran Masing-Masing Tersangka

Meski demikian, Djuhandhani belum bersedia mengungkap secara rinci peran masing-masing tersangka. Namun, ia memberikan sedikit gambaran mengenai keterlibatan MS, mantan Kepala Desa Segara Jaya. MS diduga telah menandatangani Surat Keterangan (PM1) Pemberian Hak Milik Atas Tanah yang seharusnya tidak ia lakukan. "Yang pertama adalah MS di mana yang bersangkutan adalah eks Kades Segara Jaya yang menandatangani PM1 dalam proses PTSL," jelas Djuhandhani.

Sementara itu, Abdul Rasyid, Kepala Desa Segara Jaya yang menjabat sejak 2023, diduga terlibat dalam penjualan lahan di laut kepada pihak-pihak tertentu. "Kemudian, yang kedua AR, Kades Segara Jaya sejak tahun 2023 sampai dengan sekarang, yang bersangkutan menjual lokasi bidang tanah di laut kepada saudara Y dan BL," ungkap Djuhandhani.

Jeratan Hukum

Atas tindakan mereka, MS dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat, juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP. Sementara itu, tersangka dari tim support PTSL disangka dengan Pasal 26 ayat 1 KUHP.

Proses Hukum Berlanjut

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 40 saksi terkait kasus ini. Langkah selanjutnya adalah melakukan upaya paksa, termasuk pemanggilan dan pemeriksaan terhadap kesembilan tersangka. "Dalam (waktu) secepatnya agar segera dapat kami berkaskan dan untuk selanjutnya kami teruskan ke jaksa penuntut umum," tegas Djuhandhani.

Penyidik juga telah mengumpulkan bukti-bukti dari laboratorium forensik yang menunjukkan adanya perubahan objek dan subjek pada sertifikat tanah yang diduga dipalsukan.

Akar Permasalahan

Kasus ini bermula dari temuan serupa di Tangerang, Banten, pada awal tahun 2025. Kemudian, ditemukan susunan bambu sepanjang delapan kilometer yang membentuk pagar di dua titik di Desa Segara Jaya. Pembangunan pagar ini menyebabkan para nelayan kesulitan melaut, yang berujung pada penurunan pendapatan mereka secara drastis.

Proyek pemagaran ini, yang diklaim sebagai bagian dari rencana pembangunan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, akhirnya disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 15 Januari 2025. Setelah penyegelan, sejumlah pejabat negara, termasuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, melakukan peninjauan langsung ke lokasi. Dari peninjauan tersebut, muncul dugaan adanya pemalsuan surat dan pemasangan pagar secara ilegal. Nusron Wahid kemudian melaporkan temuan ini kepada pihak berwenang, termasuk Bareskrim Polri, yang kemudian memulai penyelidikan hingga akhirnya menetapkan sembilan tersangka.