Kebangkitan Direwolf: Ilmuwan Mengungkap Bioteknologi Dibalik Proyek Ambisius Menghidupkan Kembali Spesies Punah

Kebangkitan Direwolf: Ilmuwan Mengungkap Bioteknologi Dibalik Proyek Ambisius Menghidupkan Kembali Spesies Punah

Upaya menghidupkan kembali spesies yang telah punah, khususnya direwolf atau serigala purba, menjadi sorotan utama dalam dunia sains. Profesor Arief Boediono, seorang ahli dari IPB University, memberikan wawasan mendalam mengenai potensi bioteknologi dan genomik dalam mewujudkan ambisi tersebut. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap proyek riset inovatif yang digagas oleh Colossal Biosciences, sebuah perusahaan bioteknologi yang berfokus pada de-extinction atau kebangkitan spesies punah.

Colossal Biosciences berupaya untuk menghidupkan kembali direwolf, spesies serigala yang telah punah sejak sekitar 12.500 tahun lalu. Pendekatan utama yang digunakan adalah penyuntingan genom atau gene editing. Teknik ini memungkinkan para peneliti untuk memilih dan mempertahankan DNA yang dianggap penting dari spesimen purba, sekaligus memodifikasi atau mengganti gen yang tidak diinginkan. Profesor Arief menjelaskan bahwa proses ini memungkinkan 'kelahiran kembali' spesies tersebut melalui hewan yang memiliki kemiripan genetik terdekat, dalam hal ini serigala abu-abu (Canis lupus).

Tantangan dan Solusi dalam Proses Kebangkitan Spesies

Salah satu tantangan utama dalam proses ini adalah menyesuaikan masa kehamilan induk pengganti agar sesuai dengan kebutuhan embrio direwolf. Menurut Profesor Arief, manipulasi genetik dilakukan untuk mempersingkat atau menyesuaikan periode gestasi induk pengganti agar dapat menerima dan membawa embrio direwolf hingga kelahiran. Proses ini memerlukan pemahaman mendalam tentang genetika dan fisiologi reproduksi.

Proyek Colossal Biosciences ini melibatkan pendanaan dari berbagai pihak dan menggunakan pendekatan kombinasi antara kloning dan penyuntingan gen. Tim peneliti memanfaatkan dua sampel DNA kuno direwolf – gigi berusia 13.000 tahun dan tengkorak berusia 72.000 tahun – untuk melakukan manipulasi genetik pada sel serigala abu-abu. Sel yang telah dimodifikasi kemudian diimplantasikan ke dalam sel telur serigala abu-abu yang berfungsi sebagai surrogate mother atau induk pengganti.

Hasilnya, tiga anak serigala hibrida lahir, menunjukkan kemiripan fisik dengan direwolf yang telah punah, termasuk bulu putih yang khas. Ketiga anak serigala ini, dua jantan bernama Romulus dan Remus, serta satu betina bernama Khaleesi, hidup di lahan khusus seluas 2.000 hektare yang terdaftar di Departemen Pertanian AS.

Implikasi dan Tantangan di Indonesia

Profesor Arief mengakui bahwa Indonesia memiliki potensi untuk melakukan riset serupa, dengan catatan adanya komitmen dan keberlanjutan pendanaan. Ketersediaan ahli yang kompeten bukanlah masalah utama, melainkan konsistensi dukungan finansial yang seringkali menjadi kendala.

CEO Colossal Biosciences, Ben Lamm, menyatakan bahwa pencapaian ini merupakan terobosan besar dalam konservasi. Kemampuan untuk menghidupkan kembali spesies yang telah punah membuka peluang baru untuk memulihkan ekosistem yang rusak dan melestarikan keanekaragaman hayati.

Detail Proyek dan Karakteristik Direwolf

Direwolf (Aenocyon dirus) secara fisik lebih besar dari serigala abu-abu, dengan kepala yang lebih lebar, bulu yang lebih tebal, dan rahang yang lebih kuat. Meskipun anak serigala yang lahir memiliki kemiripan dengan direwolf, sebagian besar genom mereka identik dengan serigala abu-abu, menunjukkan bahwa mereka adalah hibrida yang berhasil.

Berikut adalah poin-poin penting mengenai proyek ini:

  • Tujuan: Menghidupkan kembali direwolf menggunakan bioteknologi.
  • Metode: Penyuntingan genom dan kloning dengan memanfaatkan DNA kuno.
  • Induk Pengganti: Serigala abu-abu (Canis lupus).
  • Hasil: Tiga anak serigala hibrida yang mirip dengan direwolf.
  • Lokasi: Lahan rahasia seluas 2.000 hektare di bawah pengawasan Departemen Pertanian AS.
  • Tantangan: Komitmen dan keberlanjutan pendanaan riset.

Keberhasilan proyek ini membuka jalan bagi riset lanjutan dalam de-extinction dan konservasi spesies terancam punah, serta menyoroti pentingnya investasi dalam bioteknologi dan genomik untuk masa depan keanekaragaman hayati.