Usulan Evakuasi Warga Gaza ke Indonesia Menuai Sorotan: Perspektif Akademisi tentang Kedaulatan dan Diplomasi
Polemik Rencana Evakuasi Warga Gaza ke Indonesia: Tinjauan Kritis dari Perspektif Akademisi
Rencana pemerintah Indonesia untuk menampung sementara 1.000 warga Gaza di tengah konflik yang berkecamuk terus menuai perdebatan. Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ratih Herningtyas, memberikan pandangan kritis terhadap usulan tersebut, menyoroti implikasi strategis dan diplomatis yang perlu dipertimbangkan secara matang.
Kedaulatan Palestina dan Potensi Bumerang
Ratih Herningtyas menekankan bahwa konflik Palestina-Israel bukan sekadar isu kemanusiaan, melainkan inti dari permasalahan kedaulatan negara. Mengungsikan warga Gaza dari tanah air mereka berpotensi menjadi kontraproduktif bagi perjuangan Palestina untuk mempertahankan wilayahnya sebagai negara berdaulat.
"Jika 1.000 warga Gaza diungsikan keluar dari wilayah yang seharusnya berdaulat, hal ini berpotensi menguatkan narasi bahwa wilayah tersebut kehilangan penduduknya," tegas Ratih.
Ia menambahkan, dengan sebagian besar wilayah Palestina berada di bawah kendali Israel, pelaksanaan wacana pengungsian ini dapat dimanfaatkan oleh Israel untuk memperkuat klaim atas Gaza. Situasi ini dikhawatirkan akan memuluskan jalan bagi Israel untuk mencaplok dan mendeklarasikan Gaza sebagai bagian dari wilayahnya.
Pertanyaan tentang Masa Depan Pengungsi
Lebih lanjut, Ratih mempertanyakan kejelasan nasib warga Gaza jika dievakuasi ke Indonesia. Jaminan keberlangsungan hidup dan kepastian untuk kembali ke tanah air menjadi isu krusial yang belum terjawab.
"Siapa yang bisa menjamin mereka dapat kembali ke Gaza?" tanyanya retoris.
Ketidakpastian ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi hilangnya identitas dan hak-hak warga Gaza sebagai warga negara Palestina.
Prioritaskan Diplomasi dan Bantuan Kemanusiaan
Alih-alih melakukan evakuasi, Ratih menyarankan pemerintah Indonesia untuk lebih fokus pada upaya penyelesaian konflik melalui jalur diplomasi. Langkah-langkah yang telah dilakukan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dinilai sebagai pendekatan yang lebih tepat dan konstruktif.
"Upaya untuk mendorong gencatan senjata dan memfasilitasi mobilisasi bantuan kemanusiaan, yang saat ini masih terhambat, seharusnya menjadi prioritas utama," jelasnya.
Ratih menekankan pentingnya melanjutkan dan bahkan mengintensifkan upaya diplomasi yang telah dilakukan, daripada mengejar ide pengungsian yang berpotensi menimbulkan masalah baru.
Belajar dari Pengalaman Pengungsi Rohingya
Pengalaman Indonesia dalam menangani pengungsi Rohingya juga menjadi catatan penting. Ratih mengingatkan bahwa penanganan pengungsi seringkali menimbulkan tantangan dan bahkan konflik sosial dengan masyarakat lokal.
"Kita memiliki banyak masalah dalam menangani pengungsi. Mengapa justru muncul ide untuk mengungsikan warga Gaza, padahal isu Palestina sangat sensitif di kalangan masyarakat Indonesia?" ujarnya.
Pertimbangan Kapasitas Ekonomi Nasional
Kondisi ekonomi Indonesia saat ini juga perlu menjadi pertimbangan. Menampung 1.000 pengungsi dari luar negeri dapat menimbulkan pertanyaan dari komunitas internasional mengenai kapasitas finansial Indonesia. Ratih menilai, usulan ini terkesan terburu-buru dan perlu dikaji ulang secara mendalam.
Kesimpulan
Rencana evakuasi warga Gaza ke Indonesia memunculkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran dari kalangan akademisi. Isu kedaulatan Palestina, masa depan pengungsi, prioritas diplomasi, pengalaman dengan pengungsi Rohingya, dan kapasitas ekonomi nasional menjadi faktor-faktor penting yang perlu dipertimbangkan secara komprehensif sebelum mengambil keputusan.
Daftar Poin Penting:
- Kedaulatan Palestina.
- Diplomasi.
- Bantuan Kemanusiaan.
- Pengungsi Rohingya.
- Kapasitas Ekonomi.
- Gencatan Senjata.
- Aneksasi Israel.
- Opini Publik Internasional.
- Retno Marsudi.
- UMY.