Gelombang Larangan Ponsel Melanda Sekolah-Sekolah di Inggris: Studi Ungkap Dampak dan Kontroversi

Gelombang Larangan Ponsel Melanda Sekolah-Sekolah di Inggris: Studi Ungkap Dampak dan Kontroversi

Sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh Komisi Anak Inggris mengungkap fenomena signifikan: mayoritas sekolah di seluruh negeri telah memberlakukan larangan penggunaan ponsel pintar (smartphone) bagi para siswanya. Langkah ini didorong oleh kekhawatiran yang mendalam mengenai dampak negatif perangkat digital terhadap kesejahteraan dan perkembangan generasi muda.

Hasil Survei yang Mencengangkan

Survei berskala nasional ini, yang menjangkau lebih dari 15.000 sekolah, menunjukkan bahwa 99,8% sekolah dasar dan 90% sekolah menengah telah menerapkan kebijakan larangan ponsel selama jam pelajaran. Namun, implementasi kebijakan ini bervariasi.

  • Sekolah Dasar: Beberapa sekolah melarang total keberadaan ponsel di lingkungan sekolah, sementara yang lain mengizinkan siswa membawa perangkat tersebut tetapi mengharuskan mereka untuk menyerahkannya kepada guru.
  • Sekolah Menengah: Mayoritas (79%) sekolah menengah mengizinkan siswa membawa ponsel tetapi melarang penggunaannya selama jam sekolah. Sebagian kecil (8%) mengharuskan penyerahan ponsel kepada guru, sementara hanya 3% yang melarang sepenuhnya membawa perangkat tersebut. Sejumlah kecil sekolah (6%) mengizinkan penggunaan ponsel selama pelajaran dengan izin guru.

Screen Time yang Mengkhawatirkan

Selain kebijakan larangan ponsel, studi ini juga menyoroti tingginya screen time di kalangan anak-anak. Survei terhadap anak-anak usia 8-15 tahun menunjukkan bahwa 20% menghabiskan 3-4 jam sehari di depan layar ponsel, tablet, komputer, atau konsol. Bahkan, 23% lainnya menghabiskan lebih dari empat jam sehari untuk bermain game dan menggunakan gadget lainnya.

Rachel de Souza, Komisioner Anak Inggris, menekankan perlunya tindakan serius untuk mengatur paparan anak-anak terhadap internet. Dia menyatakan bahwa aturan yang ketat dapat meminimalkan dampak negatif teknologi terhadap kesehatan, rentang perhatian, dan keselamatan anak-anak.

Kontroversi Akses Konten Pornografi

Daniel Kebede, Sekretaris Jenderal National Education Union (NEU), mendukung pelarangan ponsel di sekolah sebagai upaya mengurangi tekanan pada kepala sekolah, guru, dan orang tua. Ia menyoroti masalah yang mengkhawatirkan, yaitu akses mudah anak-anak terhadap konten pornografi. Kebede mengungkapkan bahwa rata-rata anak berusia 12 tahun di Inggris memiliki akses ke konten pornografi yang ekstrem melalui ponsel mereka. Hal ini, menurutnya, sangat merusak kesejahteraan anak laki-laki dan persepsi mereka tentang perempuan serta hubungan seksual.

NEU berencana untuk memperdebatkan mosi pada konferensi tahunan mereka yang menyerukan regulasi ketat terhadap perusahaan media sosial. Mereka mendesak agar perusahaan-perusahaan ini menghapus konten berbahaya, termasuk kekerasan seksual dan ancaman terhadap perempuan. NEU juga mengusulkan larangan total penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun.

Kebede membandingkan perusahaan media sosial dengan perusahaan tembakau, dengan alasan bahwa mereka harus diatur dengan cara yang sama karena dampak buruknya terhadap kesehatan mental kaum muda.

Penolakan Amandemen RUU

Sekretaris Negara Bidang Pendidikan Inggris, Bridget Phillipson, juga mendukung pelarangan ponsel di sekolah, dengan alasan bahwa perangkat tersebut mengganggu proses belajar mengajar. Pemerintah berjanji untuk meningkatkan pengawasan dan memastikan lingkungan sekolah bebas dari ponsel.

Partai Konservatif Inggris mengajukan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang mewajibkan semua sekolah melarang penggunaan ponsel. Namun, Perdana Menteri Keir Starmer menolak amandemen tersebut, dengan alasan bahwa itu "sama sekali tidak perlu".

Perdebatan tentang penggunaan ponsel di sekolah terus berlanjut, dengan fokus pada perlindungan anak-anak dari dampak negatif teknologi dan memastikan lingkungan belajar yang kondusif.