Polemik Pengelolaan Rinjani: Warga Sembalun Tuntut Otonomi Pendakian Demi Pariwisata Berkelanjutan
Gelombang Aspirasi dari Lereng Rinjani: Tuntutan Otonomi Pengelolaan Pendakian
Sebuah riak ketidakpuasan bergelombang di kalangan masyarakat Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, terkait pengelolaan wisata pendakian Gunung Rinjani. Terhimpun dalam wadah Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS), mereka menyuarakan aspirasi untuk mengambil alih kendali pengelolaan jalur pendakian Sembalun, salah satu pintu masuk utama menuju puncak Rinjani. Tuntutan ini bukan sekadar keinginan sesaat, melainkan buah dari akumulasi kekecewaan terhadap sistem pengelolaan yang dianggap tidak adil dan menghambat pembangunan pariwisata berkelanjutan di wilayah mereka.
Ketua SMPS, Handanil, dengan tegas menyatakan bahwa masyarakat Sembalun berkeinginan untuk mandiri dalam mengelola potensi wisata pendakian Rinjani. Dorongan ini kemudian bermuara pada desakan kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) yang memberikan legitimasi terhadap otonomi pengelolaan tersebut. "Kami masyarakat Sembalun khususnya dan masyarakat Lombok Timur pada umumnya memutuskan untuk pisah wilayah atau mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun," ujarnya.
Akar Permasalahan: Ketidakadilan dan Dominasi Eksklusif
Latar belakang tuntutan ini berakar pada persepsi ketidakadilan dalam tata kelola pendakian Rinjani selama ini. Warga Sembalun merasa bahwa manfaat ekonomi dari pariwisata pendakian tidak terdistribusi secara merata. Lebih jauh, mereka menuding adanya dominasi kelompok tertentu yang bersikap eksklusif dan tidak mendukung visi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
"Keinginan mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun muncul akibat adanya dominasi kelompok tertentu yang bersikap eksklusif dan tidak mendukung visi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan," tegas Danil. Ketidakpuasan ini diperparah dengan isu penambahan kuota pendakian yang diajukan oleh Asosiasi Tour Operator Senaru (ATOS). SMPS menilai bahwa penambahan kuota tersebut hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi semata tanpa mempertimbangkan daya tampung dan dampak ekologis Gunung Rinjani.
Menuju Pariwisata Berkualitas dan Berkelanjutan: Visi Masyarakat Sembalun
Bagi masyarakat Sembalun, otonomi pengelolaan pendakian Rinjani adalah kunci untuk mewujudkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Mereka ingin mengubah paradigma pariwisata yang selama ini lebih mengejar kuantitas menjadi pariwisata yang mengutamakan kualitas dan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat lokal.
"Kami dorong supaya Rinjani ini dijual dengan paket wisata yang mahal supaya lebih eksklusif, supaya dampaknya kesejahteraan bagi para pekerja seperti tour guide, porter, dan para ojek," ungkap Danil. Mereka berkeinginan untuk menaikkan nilai jual wisata Rinjani dengan menawarkan paket-paket eksklusif yang berfokus pada pengalaman mendalam dan menghargai keindahan alam serta budaya lokal. Dengan demikian, diharapkan pendapatan dari sektor pariwisata dapat meningkat dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Sembalun.
Antara Kuota dan Konservasi: Dilema Pengelolaan Rinjani
Persoalan kuota pendakian menjadi salah satu titik krusial dalam polemik pengelolaan Rinjani. Di satu sisi, penambahan kuota dapat meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Namun, di sisi lain, penambahan kuota tanpa kajian yang matang dapat mengancam kelestarian ekosistem Gunung Rinjani. SMPS menekankan pentingnya kajian ekologis yang komprehensif sebelum memutuskan untuk menambah kuota pendakian.
"Penambahan kuota ke Rinjani kami dukung, tapi harus melalui kajian dulu, daya tampung dan dampak ekologisnya. Jangan hanya alasan sekadar untuk mencari keuntungan ekonomi," kata Danil. Mereka mengingatkan bahwa Rinjani bukan hanya sekadar sumber pendapatan, melainkan juga warisan alam yang harus dijaga kelestariannya untuk generasi mendatang.
Menanti Titik Temu: Harapan akan Solusi Terbaik
Polemik pengelolaan Rinjani ini menjadi momentum penting untuk meninjau kembali sistem pengelolaan pariwisata yang ada. Diperlukan dialog yang konstruktif antara berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat Sembalun, pemerintah daerah, pelaku wisata, dan organisasi lingkungan, untuk mencari solusi terbaik yang mengakomodasi kepentingan semua pihak. Harapannya, Rinjani dapat terus menjadi destinasi wisata yang menarik dan lestari, serta memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat lokal.