Hizbullah Buka Pintu Dialog Soal Senjata dengan Syarat Penarikan Pasukan Israel
Hizbullah Buka Pintu Dialog Soal Senjata dengan Syarat Penarikan Pasukan Israel
Beirut – Di tengah tekanan internasional yang semakin meningkat terkait perlucutan senjata, Hizbullah, melalui seorang pejabat seniornya, menyatakan kesiapan untuk berdiskusi dengan Presiden Lebanon, Joseph Aoun, mengenai status persenjataan mereka. Namun, tawaran ini datang dengan syarat krusial: penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Lebanon selatan dan penghentian total agresi militer terhadap Lebanon.
Sumber-sumber politik Lebanon yang dekat dengan Presiden Aoun, yang dikenal didukung oleh Amerika Serikat, mengindikasikan bahwa presiden telah lama berkomitmen untuk menegakkan kedaulatan negara atas seluruh kepemilikan senjata di Lebanon. Komitmen ini telah menjadi pilar kebijakannya sejak menjabat pada Januari lalu.
Syarat dan Tantangan Dialog
Syarat yang diajukan Hizbullah berpusat pada penarikan pasukan Israel dari lima titik strategis yang terletak di Lebanon selatan. Israel, yang sempat menduduki sebagian wilayah Lebanon selatan selama konflik sebelumnya, mempertahankan pos-pos ini dengan alasan keamanan. Israel mengklaim akan menyerahkan posisi tersebut kepada tentara Lebanon jika situasi keamanan memungkinkan. Namun, Hizbullah memandang keberadaan pasukan Israel sebagai bentuk agresi berkelanjutan dan hambatan utama bagi dialog.
“Hizbullah siap untuk terlibat dalam diskusi tentang senjatanya jika Israel menarik diri dari lima titik tersebut dan menghentikan tindakan agresif terhadap Lebanon,” tegas seorang pejabat senior Hizbullah, yang meminta anonimitas karena sensitivitas politik isu tersebut.
Latar Belakang dan Dinamika Politik
Isu persenjataan Hizbullah merupakan masalah pelik yang telah lama memecah belah Lebanon. Setelah perang tahun lalu dengan Israel, isu ini kembali mencuat. Terlebih setelah tergulingnya Bashar Al Assad di Suriah, yang dulunya merupakan sekutu dekat Hizbullah.
Konflik tahun 2024 dengan Israel berdampak besar bagi Hizbullah. Kelompok itu kehilangan sejumlah pemimpin penting dan ribuan kombatan. Sebagian besar persenjataan roket mereka hancur.
Walaupun demikian, beberapa pejabat tinggi Hizbullah menegaskan bahwa mereka siap membahas soal senjata dalam kerangka strategi pertahanan nasional. Namun, ini semua bergantung pada penarikan pasukan Israel dari lima titik strategis di Lebanon selatan.
Kontroversi seputar persenjataan Hizbullah belum pernah dibicarakan oleh Hizbullah sebelumnya. Sumber yang memberikan informasi tersebut meminta agar identitas mereka dirahasiakan, mengingat sensitivitas politik yang ada. Hingga saat ini, kantor media Hizbullah belum memberikan komentar apapun.
AS juga terus menekan Hizbullah untuk melucuti senjatanya, sambil mempersiapkan perundingan nuklir dengan Iran, yang selama ini menjadi pendukung utama kelompok tersebut. Seiring dengan jatuhnya Bashar Al Assad, jalur suplai senjata Hizbullah dari Iran melalui Suriah kini terputus. Meskipun Hizbullah tetap menjadi kekuatan paramiliter dominan yang didukung Iran, perubahan dinamika ini turut memengaruhi posisi mereka di Lebanon.
Respon Domestik dan Internasional
Tawaran dialog dari Hizbullah ini muncul di tengah meningkatnya tekanan domestik dan internasional untuk mengatasi masalah persenjataan kelompok tersebut.
Presiden Aoun, yang sejak lama menyerukan dialog sebagai cara untuk mengatasi isu ini, diperkirakan akan menyambut baik tawaran Hizbullah. Aoun meyakini pendekatan paksa hanya akan memicu konflik yang lebih besar.
Patriark Bechara Boutros Al Rai, pemimpin Gereja Maronit Lebanon, juga menyerukan agar semua senjata di Lebanon berada di bawah kendali negara. Walaupun hal ini memerlukan waktu dan pendekatan diplomatik, Al Rai menegaskan bahwa Lebanon tidak sanggup menghadapi perang baru.
Amerika Serikat, melalui Utusan Morgan Ortagus, terus mendesak pelucutan senjata Hizbullah dan kelompok bersenjata lainnya. Washington berharap militer Lebanon dapat menjalankan tugas ini secara efektif.
Beberapa menteri Pemerintah Lebanon dari partai anti-Hizbullah juga menginginkan adanya jadwal yang jelas untuk pelucutan senjata. Beberapa menteri bahkan mengusulkan batas waktu enam bulan untuk menyelesaikan proses ini.
Masa Depan Dialog dan Stabilitas Lebanon
Apakah tawaran dialog dari Hizbullah ini akan membuahkan hasil masih belum pasti. Banyak faktor yang dapat memengaruhi jalannya diskusi, termasuk sikap Israel, tekanan internasional, dan dinamika politik internal Lebanon. Namun, yang jelas, isu persenjataan Hizbullah tetap menjadi tantangan utama bagi stabilitas dan kedaulatan Lebanon. Dialog yang konstruktif dan inklusif menjadi kunci untuk menemukan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak dan mengantarkan Lebanon menuju masa depan yang lebih damai dan stabil.
Konflik terbaru antara Hizbullah dan Israel dimulai pada Oktober 2023 ketika Hizbullah meluncurkan tembakan ke wilayah Israel sebagai bentuk dukungan terhadap Hamas dalam perang Gaza.
Pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, dalam pidatonya pada 29 Maret menyatakan bahwa kelompoknya tidak lagi memiliki kekuatan bersenjata di selatan Sungai Litani dan tetap mematuhi perjanjian gencatan senjata, meskipun Israel dianggap telah melanggarnya setiap hari.
Namun, Hizbullah tetap berkomitmen untuk membela Lebanon. Qassem menyatakan, "Perlawanan tetap siap dan siaga," seraya memberi isyarat bahwa mereka akan mempertimbangkan opsi lain jika Israel tidak mematuhi kesepakatan gencatan senjata.