Kemendikbudristek Dalami Pencabutan Gelar Profesor dan Status PNS Dosen UGM Terkait Kasus Kekerasan Seksual
Kemendikbudristek Kaji Status Guru Besar dan PNS Dosen UGM yang Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tengah mendalami kemungkinan pencabutan gelar profesor dan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) terhadap Edy Meiyanto, seorang dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswanya. Langkah ini menyusul keputusan UGM yang telah memberhentikan Edy Meiyanto dari jabatannya sebagai dosen.
Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Catharina M Girsang, menjelaskan bahwa saat ini proses masih berlangsung dengan pembentukan tim pemeriksa. Tim ini bertugas untuk menjatuhkan sanksi disiplin lebih lanjut kepada yang bersangkutan. Hasil pemeriksaan tim tersebut akan dilaporkan langsung kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kemendikbudristek menargetkan proses pengkajian ini dapat diselesaikan secepatnya, idealnya sebelum akhir April 2025.
Gusti Grehenson, Humas UGM, sebelumnya telah menyatakan bahwa keputusan terkait pencopotan gelar guru besar dan status PNS sepenuhnya berada di bawah kewenangan Kemendikbudristek. Hal ini menunjukkan adanya pembagian wewenang yang jelas antara universitas dan kementerian dalam menangani kasus-kasus pelanggaran etik dan hukum yang melibatkan dosen.
Sanksi yang Telah Diberikan UGM
Sebelumnya, UGM telah mengambil tindakan tegas terhadap Edy Meiyanto berdasarkan hasil investigasi komite pemeriksa. Komite tersebut menyimpulkan bahwa yang bersangkutan terbukti melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan UGM, serta melanggar kode etik dosen.
Sanksi yang dijatuhkan UGM tertuang dalam Keputusan Rektor UGM nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025. Sebelum keputusan ini, Edy Meiyanto juga telah dibebaskan dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi UGM. Pencopotan jabatan ketua CCRC dilakukan pada 12 Juli 2024 berdasarkan Keputusan Dekan Farmasi UGM, jauh sebelum pemeriksaan usai dan penjatuhan sanksi, sebagai langkah preventif untuk melindungi kepentingan korban dan menciptakan lingkungan yang aman bagi seluruh civitas akademika.
Rincian Sanksi UGM:
- Pemberhentian dari jabatan dosen.
- Pencopotan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC).
- Pemberhentian dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Langkah-langkah yang diambil oleh UGM dan Kemendikbudristek ini menunjukkan komitmen yang kuat dalam menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi dan memberikan efek jera bagi pelaku. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh civitas akademika tentang pentingnya menjaga etika dan moral dalam berinteraksi, serta pentingnya menciptakan lingkungan kampus yang aman dan nyaman bagi semua.
Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi perguruan tinggi lain untuk meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta memastikan bahwa korban mendapatkan dukungan dan keadilan yang layak.