Warga Jakarta Garden City Desak Solusi Permanen Terkait Dampak RDF Rorotan
Kekhawatiran Warga JGC Mencuat: Desakan Solusi Jangka Panjang untuk RDF Rorotan
Warga perumahan Jakarta Garden City (JGC), Cakung, Jakarta Timur, menyuarakan keprihatinan mendalam terkait operasional Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan, Jakarta Utara. Mereka mendesak pemerintah untuk memberikan solusi permanen dan komprehensif guna mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh fasilitas pengolahan sampah tersebut. Kekhawatiran ini mencuat seiring dengan rencana pengoperasian kembali RDF Rorotan pada akhir Juli 2025.
Ketua RT 18 RW 14 Klaster Shinano, JGC, Wahyu Andre, dengan tegas menyatakan bahwa warga menuntut solusi final dan berkelanjutan. "Kami ingin ada solusi akhir dan permanen," ujarnya saat diwawancarai. Pernyataan ini mencerminkan akumulasi keresahan warga yang merasa terganggu dengan potensi risiko kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan oleh RDF Rorotan.
Ancaman Kesehatan dan Lingkungan
Wahyu menekankan bahwa jika terjadi kebocoran berulang yang menyebabkan bau sampah menyebar ke area pemukiman, RDF Rorotan harus ditutup secara permanen. Menurutnya, kejadian kebocoran, terlepas dari penyebabnya (human error atau kerusakan mesin), tidak dapat ditoleransi. Bahkan sebelum RDF beroperasi penuh, banyak warga JGC dilaporkan mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), mengindikasikan bahwa lokasi RDF yang berdekatan dengan pemukiman sangat tidak layak dan membahayakan kesehatan warga. "Artinya, penempatan pabrik RDF di tengah pemukiman warga sangat tidak layak dan membahayakan kesehatan dan bahkan bisa mengancam jiwa warga," tegasnya.
Senada dengan Wahyu, warga lain bernama Christian juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Ia mendesak agar RDF Rorotan dipindahkan ke lokasi yang lebih jauh dari area pemukiman karena dinilai dapat menimbulkan bahaya. Christian mengungkapkan bahwa bau yang dihasilkan bukan hanya sekadar bau tidak sedap, tetapi juga memiliki aroma asam yang membahayakan makhluk hidup. Ia juga meragukan efektivitas penggunaan deodorizer sebagai solusi jangka panjang. Menurutnya, alih-alih menghilangkan bau, penyemprotan deodorizer justru menyebabkan iritasi pada mata.
Janji Penambahan Fasilitas dan Kekhawatiran yang Tersisa
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jakarta, Asep Kuswanto, sebelumnya menyatakan bahwa RDF Rorotan ditargetkan beroperasi kembali pada akhir Juli 2025. Untuk mendukung operasional tersebut, Dinas LH berencana menambah beberapa fasilitas, termasuk deodorizer. Namun, penambahan fasilitas ini membutuhkan waktu, sehingga Asep meminta pengertian dari masyarakat.
Janji penambahan fasilitas ini belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran warga JGC. Mereka tetap meragukan efektivitas deodorizer dalam mengatasi masalah bau secara permanen. Selain itu, warga juga mempertanyakan potensi dampak jangka panjang operasional RDF Rorotan terhadap kualitas udara dan lingkungan di sekitar pemukiman. Desakan untuk solusi permanen dan komprehensif terus bergema, mencerminkan harapan warga akan lingkungan hidup yang sehat dan aman.
Daftar tuntutan warga
- Solusi Permanen dan Komprehensif: Warga menuntut solusi jangka panjang yang tidak hanya mengatasi masalah bau, tetapi juga mempertimbangkan potensi dampak kesehatan dan lingkungan lainnya.
- Evaluasi Lokasi RDF: Warga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali lokasi RDF Rorotan dan mempertimbangkan pemindahannya ke lokasi yang lebih jauh dari area pemukiman.
- Transparansi dan Komunikasi: Warga mengharapkan adanya transparansi dan komunikasi yang lebih baik dari pemerintah terkait operasional RDF Rorotan dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi dampak negatifnya.
- Pengawasan Ketat: Warga meminta agar operasional RDF Rorotan diawasi secara ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan dan lingkungan yang berlaku.
Desakan warga Jakarta Garden City ini menjadi momentum penting untuk mengevaluasi kembali kebijakan pengelolaan sampah di perkotaan. Pemerintah perlu mendengarkan aspirasi masyarakat dan mencari solusi yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi semua pihak.