RUU Polri: ISESS Mengkhawatirkan Potensi Konflik dan Tumpang Tindih Kewenangan

Revisi UU Polri: Analisis ISESS Ungkap Kekhawatiran Terhadap Arah Kebijakan

Jakarta - Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Peneliti ISESS, Bambang Rukminto, menduga bahwa revisi ini justru berpotensi menjerumuskan Polri ke dalam situasi yang kontraproduktif, alih-alih memperkuat fondasi institusi kepolisian.

"Saya menduga draf RUU Polri ini justru dirancang untuk membenturkan Polri dengan masyarakat. Alih-alih membangun dasar yang kuat untuk perbaikan Polri di masa depan," tegas Bambang dalam wawancara eksklusif dengan media pada Kamis (10/4/2025).

Kritik utama ISESS tertuju pada rencana penambahan wewenang Polri yang dinilai berlebihan. Bambang berpendapat bahwa wewenang yang dimiliki Polri saat ini, sebagaimana diatur dalam UU 2/2002, sudah memadai untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Pasal 15 hingga Pasal 19 UU tersebut secara komprehensif mengatur berbagai wewenang Polri, mulai dari penegakan hukum hingga pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Penambahan wewenang, menurut Bambang, berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan instansi lain dan bahkan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Kekhawatiran ini semakin menguat dengan adanya usulan penempatan personel Polri di kementerian/lembaga lain di luar struktur organisasi yang telah ada.

"Implementasi Pasal 28 tentang netralitas Polri dan penempatan personel di luar struktur jelas bertentangan dengan Pasal 28 Ayat 3," paparnya.

Pasal 28 Ayat 3 UU Polri secara tegas menyatakan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian hanya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Selain itu, ISESS menyoroti lemahnya fungsi pengawasan terhadap Polri oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Dalam beberapa kesempatan, Kompolnas dinilai cenderung menjadi alat legitimasi kebijakan Polri dan bertindak sebagai juru bicara Korps Bhayangkara.

Tanggapan Presiden Prabowo Subianto

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan komentar terkait revisi UU Polri yang menjadi sorotan publik. Dalam sebuah wawancara dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa, Prabowo menyatakan bahwa kewenangan polisi saat ini sudah cukup dan tidak perlu ditambah.

"Pada prinsipnya, polisi harus diberi wewenang yang cukup untuk melaksanakan tugasnya. Kalau dia sudah diberi wewenang cukup, ya kenapa harus ditambah? Jadi ini tinggal kita menilai secara arif gradasi itu," ujar Prabowo seperti dikutip dari Kompas TV pada Selasa (8/4/2025).

Prabowo menekankan bahwa kewenangan Polri selama ini sudah mencakup pemberantasan kriminalitas, penyelundupan, narkoba, serta perlindungan keamanan dan ketertiban masyarakat. Ia merasa kewenangan tersebut sudah memadai.

"Ya saya kira cukup, kenapa kita harus ya kan mencari-cari menurut saya?" imbuh Presiden.

Poin-poin Kekhawatiran ISESS

Berikut adalah poin-poin utama kekhawatiran ISESS terkait revisi UU Polri:

  • Potensi konflik antara Polri dan masyarakat akibat penambahan wewenang yang berlebihan.
  • Tumpang tindih kewenangan dengan instansi lain.
  • Pelanggaran terhadap prinsip netralitas Polri.
  • Lemahnya pengawasan oleh Kompolnas.

Revisi UU Polri merupakan isu krusial yang memerlukan kajian mendalam dan partisipasi publik yang luas. Diharapkan, revisi ini benar-benar bertujuan untuk memperkuat Polri sebagai institusi yang profesional, akuntabel, dan melindungi masyarakat, bukan sebaliknya.