Aksi Protes RUU TNI Berujung Ricuh: Massa Desak Gubernur Jakarta Investigasi Pembubaran Paksa oleh Satpol PP

Aksi Penolakan UU TNI diwarnai Pembubaran Paksa dan Tuntutan terhadap Gubernur Jakarta

Aksi unjuk rasa yang menentang Undang-Undang (UU) TNI berujung dengan pembubaran paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta. Massa aksi yang tergabung dalam gerakan "Piknik Melawan" mendirikan tenda di depan Gerbang Pancasila, Gedung DPR/MPR RI sebagai bentuk protes terhadap UU TNI yang dianggap kontroversial.

Kronologi Kejadian:

  • Senin, 7 April 2025: Massa aksi mulai mendirikan tenda di depan Gerbang Pancasila sebagai bentuk protes damai.
  • Selasa, 8 April 2025: Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR RI meminta massa aksi untuk memindahkan tenda ke trotoar di seberang gerbang.
  • Rabu, 9 April 2025: Satpol PP membubarkan paksa aksi damai pada pukul 17.00 WIB dengan alasan tenda mengganggu pejalan kaki.

Tuntutan Massa Aksi:

Setelah pembubaran paksa tersebut, massa aksi menyuarakan tuntutan kepada Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Mereka mendesak Gubernur untuk melakukan investigasi terhadap tindakan represif yang dilakukan oleh Satpol PP. Perwakilan massa aksi, Al, menyatakan bahwa pembubaran paksa tersebut merupakan tindakan antidemokrasi dan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan. Al juga menambahkan bahwa beberapa peserta aksi mengalami syok berat akibat pembubaran tersebut.

"Kami menuntut Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk mengambil tindakan terhadap perilaku antidemokrasi dan kekerasan yang dilakukan bawahannya," ujar Al dalam keterangan tertulisnya.

Massa aksi juga menyampaikan permohonan agar Gubernur Pramono Anung menindaklanjuti kinerja Satpol PP Jakarta. Mereka menilai bahwa tindakan pembubaran paksa tersebut telah melanggar hak mereka untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Latar Belakang Aksi:

Aksi "Piknik Melawan" ini merupakan bentuk protes terhadap Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang telah disahkan menjadi UU pada tanggal 20 Maret 2025. Massa aksi menilai bahwa UU TNI tersebut berpotensi mengancam supremasi sipil dan memberikan kewenangan yang berlebihan kepada TNI.

Sebelum pembubaran paksa, massa aksi telah berupaya untuk menyampaikan pesan mereka kepada masyarakat dengan memasang pengumuman di trotoar. Pengumuman tersebut berisi permohonan maaf kepada pejalan kaki atas terganggunya perjalanan mereka akibat aksi protes yang digusur ke trotoar. Pengumuman tersebut juga disertai dengan tagar #BatalkanRUUTNI dan #SupremasiSipil.

Meskipun tenda-tenda tersebut berada di trotoar, massa aksi memastikan bahwa pejalan kaki masih dapat melintas dengan nyaman. Namun, upaya mereka untuk menyampaikan aspirasi secara damai akhirnya dihentikan oleh tindakan represif dari Satpol PP.

Respons Pemerintah Provinsi DKI Jakarta:

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait dengan pembubaran paksa aksi protes RUU TNI tersebut. Masyarakat sipil dan berbagai organisasi non-pemerintah (Ornop) menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan aksi unjuk rasa. Mereka juga meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjamin hak-hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat di muka umum tanpa adanya intimidasi atau kekerasan.