Defisit APBN Kuartal I 2025 Terkendali di Tengah Antisipasi Guncangan Ekonomi Global

Defisit APBN Kuartal I 2025 Terkendali di Tengah Antisipasi Guncangan Ekonomi Global

Jakarta, [Tanggal Hari Ini] – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp 104,2 triliun pada akhir Maret 2025. Angka ini setara dengan 0,43% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun demikian, pemerintah menegaskan bahwa defisit ini masih berada dalam batas aman yang ditetapkan Undang-Undang APBN 2025, yaitu maksimal 2,53% dari PDB.

"Defisit APBN kita desain 2,53% sesuai dengan UU APBN yang telah disetujui DPR. Ini berarti defisit sebesar Rp 616 triliun," jelas Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (9/4/2025).

Rincian Pendapatan dan Belanja Negara

Defisit APBN ini merupakan selisih antara pendapatan dan belanja negara. Hingga akhir Maret 2025, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 516 triliun, atau 17,2% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 3.005 triliun. Sementara itu, belanja negara mencapai Rp 620,3 triliun, atau 17,1% dari target Rp 3.621,3 triliun.

Komponen pendapatan negara terdiri dari:

  • Penerimaan Perpajakan: Rp 400,1 triliun (16,1% dari target Rp 2.490,9 triliun)
    • Pajak: Rp 322,6 triliun (14,7% dari target Rp 2.189,3 triliun)
    • Bea dan Cukai: Rp 77,5 triliun (25,7% dari target Rp 301,6 triliun)
  • Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp 115,9 triliun (22,6% dari target)

Sementara itu, komposisi belanja negara mencakup:

  • Belanja Pemerintah Pusat: Rp 413,2 triliun (15,3% dari target Rp 2.701,4 triliun)
  • Transfer ke Daerah: Rp 207,1 triliun (22,5% dari target Rp 919,9 triliun)

Strategi Antisipasi Ketidakpastian Global

Pemerintah juga telah menarik utang baru sebesar Rp 250 triliun pada kuartal pertama tahun ini untuk membiayai defisit APBN. Sri Mulyani menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi front-loading untuk mengantisipasi potensi gejolak ekonomi yang mungkin timbul akibat kebijakan ekonomi yang diambil oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Pemerintah memandang perlu untuk mengamankan pembiayaan di awal tahun untuk menghadapi ketidakpastian global yang diperkirakan akan meningkat.

"Kita melakukan front-loading mengantisipasi bahwa Trump akan membuat banyak disrupsi. Ini bukan karena kita tidak punya duit, tapi karena strategi issuance kita untuk mengantisipasi ketidakpastian," tegasnya.

Rincian pembiayaan anggaran menunjukkan bahwa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 270,4 triliun (34,8% dari pagu Rp 775,9 triliun), pinjaman neto sebesar Rp 12,3 triliun (9,2% dari pagu Rp 133,3 triliun), dan pembiayaan non-utang sebesar Rp 20,4 triliun (12,8% dari pagu Rp 159,7 triliun). Total utang yang ditarik hingga Maret 2025 lebih tinggi dibandingkan dua bulan sebelumnya yang mencapai Rp 224,3 triliun. Pemerintah meyakinkan bahwa pengelolaan utang dilakukan secara hati-hati dan terukur untuk menjaga keberlanjutan fiskal.

Dengan strategi pengelolaan APBN yang cermat, pemerintah optimis dapat menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi masyarakat dari dampak negatif ketidakpastian global.