Layar Tancap Lebak Bulus: Menghidupkan Kembali Kenangan di Tengah Gempuran Teknologi

Layar Tancap Lebak Bulus: Menghidupkan Kembali Kenangan di Tengah Gempuran Teknologi

Di tengah gemerlap kota Jakarta yang modern, sebuah tradisi unik masih berusaha bertahan. Layar tancap, hiburan rakyat yang pernah merajai malam-malam di kampung dan kota, kini menemukan rumahnya di sudut Waduk Lebak Bulus. Pada Sabtu, 12 April 2025, empat layar akan kembali dipasang, menghadirkan kembali nostalgia bagi para penggemarnya.

Soleh (53), bersama komunitas Operator Film (Operfi), adalah sosok di balik upaya pelestarian tradisi ini. Meskipun tak seramai dulu, semangat mereka untuk menghidupkan kembali kenangan masa kecil tetap membara. "Besok tanggal 12, kita adain halalbihalal sama komunitas. Masyarakat umum juga boleh datang, ikut nonton," ujar Soleh saat ditemui. Acara ini bukan sekadar pemutaran film, tetapi juga ajang silaturahmi bagi para pecinta film dan pelestari budaya.

Nostalgia Film Klasik di Layar Lebar

Empat layar yang dipasang akan menayangkan film-film dengan genre yang berbeda. Salah satunya adalah Baazi, film India klasik yang dirilis pada tahun 1995. Soleh menjelaskan, "Kita besok ada film India, ada Baazi. Dua unit khusus untuk India. Terus ada yang khusus film Barat sama Mandarin. Di sana ada khusus film horor, sama film Indonesia." Pilihan film yang beragam ini bertujuan untuk menarik minat penonton dari berbagai kalangan.

Soleh mengenang masa kecilnya, di mana layar tancap menjadi pusat hiburan masyarakat. Namun, perkembangan teknologi dan perubahan budaya telah mengubah lanskap hiburan. Kini, minat masyarakat terhadap layar tancap menurun drastis. "Dulu, layar tancap itu ramenya bukan main. Sekarang cuma karena sesama hobi saja. Yang suka ya ikut nonton, yang enggak suka ya silakan," tuturnya.

Dulu, penonton rela begadang dari pukul 7 malam hingga 4 pagi demi menonton film di layar tancap. Minimnya pilihan hiburan di masa lalu membuat layar tancap menjadi primadona. "Dulu hiburan enggak banyak. Sekarang orang lihat HP saja sudah bisa nonton apa saja. Dulu TVRI jam 9 atau 10 malam sudah enggak ada hiburan," kenang Soleh.

Selain anggota komunitas film, banyak penonton yang datang dari luar komunitas, sekadar untuk bernostalgia dan merasakan kembali sensasi menonton film di layar tancap. "Ada juga yang kangen, pengen nostalgia. 'Bang, boleh nonton?', 'Boleh, silakan, gratis,' gitu," ungkap Soleh.

Lebih dari Sekadar Layar Tancap

Layar tancap yang dikelola Soleh dan Operfi berbeda dari layar tancap modern yang menggunakan proyektor digital. Mereka menggunakan proyektor film klasik yang memutar gulungan pita seluloid. Alat ini biasa digunakan di bioskop-bioskop zaman dulu. Gulungan film disewa dari toko-toko yang masih menyediakannya. Sayangnya, pilihan judul film semakin terbatas di era digital ini.

Harga sewa film bervariasi, dengan film India biasanya lebih mahal daripada film Indonesia. "Kalau Indonesia paling Rp300 ribu sampai Rp400 ribu satu judul. Kalau India Rp500 ribu. Kalau Barat sama Mandarin sama kayak Indonesia, film Korea yang dulu juga," jelas Soleh.

Film India tetap menjadi favorit di kalangan penonton layar tancap, terutama anggota komunitas film seperti Persatuan Layar Tancap Indonesia (PLTI) dan Operfi. "Komunitas sukanya India. Operfi juga kebanyakan sukanya India," kata Soleh. Film India digemari karena membangkitkan nostalgia, ditambah dengan lagu-lagu khas yang melengkapi drama dalam film.

Tidak Ada Batasan Usia

Soleh tidak membatasi usia penonton. Siapa saja boleh datang dan menikmati film di layar tancap. "Enggak ada larangan untuk nonton. Kalau mau nonton silakan, kalau enggak ya enggak apa-apa," ujarnya. Bahkan, anak-anak dan remaja sering menonton film horor di layar tancap.

Genre horor memang menjadi favorit kedua setelah drama di Indonesia. Soleh menambahkan, "Anak zaman sekarang kayaknya maunya film horor. Horor Indonesia, kayak Suzanna. Film jadul gitu juga masih pada suka."

Orang tua yang membawa anak-anak di bawah umur bertanggung jawab untuk membimbing mereka saat menonton film.

Menyewakan Layar Tancap untuk Acara Khusus

Selain di Lebak Bulus, anggota Operfi juga mengadakan kegiatan serupa di berbagai daerah di Jabodetabek. Semua acara pemutaran film layar tancap ini gratis untuk umum. Jadwal kegiatan biasanya disebarkan dari mulut ke mulut.

Soleh dan timnya juga menyewakan jasa pemutaran film layar tancap untuk acara khusus seperti hajatan, ulang tahun, dan acara keluarga. Mereka menyediakan proyektor, gulungan film sesuai permintaan, dan layar.

Biaya sewa berkisar antara Rp800 ribu hingga Rp1 juta, tergantung pada judul film dan jarak tempuh. Upaya Soleh dan Operfi ini bukan hanya tentang melestarikan tradisi, tetapi juga tentang menghidupkan kembali kenangan indah dan memberikan hiburan alternatif bagi masyarakat di tengah gempuran teknologi.

Daftar Film yang Sering Diputar

  • Baazi (India, 1995)
  • Film Horor Indonesia Klasik (Suzanna, dll.)
  • Film Barat Klasik
  • Film Mandarin Klasik