DPR RI Agendakan Pemanggilan Kemenkes dan FK Unpad Terkait Kasus Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter Residen

DPR RI Agendakan Pemanggilan Kemenkes dan FK Unpad Terkait Kasus Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter Residen

Komisi IX DPR RI merespons serius laporan dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) terhadap seorang pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Sebagai bentuk pengawasan dan komitmen terhadap perlindungan pasien, Komisi IX DPR RI berencana memanggil sejumlah pihak terkait, termasuk Kementerian Kesehatan, Dekan FK Unpad, pimpinan RSHS Bandung, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menyatakan bahwa pemanggilan ini bertujuan untuk mendapatkan klarifikasi, mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan tenaga medis, serta memastikan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. Komisi IX DPR RI memandang kasus ini sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip pelayanan kesehatan dan menyoroti lemahnya pengawasan serta perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit pendidikan.

"Komisi IX berkomitmen untuk mendorong reformasi menyeluruh demi menjaga kehormatan profesi medis dan keselamatan pasien," tegas Nihayatul Wafiroh.

Rangkaian Investigasi dan Tindakan yang Diharapkan

Komisi IX DPR RI mengecam keras tindakan pelaku dan mendesak Kementerian Kesehatan bersama KKI untuk segera melakukan evaluasi dan memberikan sanksi disiplin terhadap tenaga medis yang terlibat. Selain itu, Unpad dan RSHS didorong untuk memperkuat sistem pelaporan, perlindungan korban, dan pengawasan terhadap peserta pendidikan dokter spesialis.

Nihayatul Wafiroh juga menekankan pentingnya memberikan pendampingan psikologis, hukum, dan kesehatan kepada korban sebagai bentuk pemulihan hak-haknya, sesuai dengan amanat Pasal 55 dan 64 Undang-Undang Kesehatan.

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula dari laporan korban pada tanggal 18 Maret 2025, yang menuduh Priguna Anugerah P, dokter residen anestesi, melakukan pemerkosaan setelah menyuntik korban hingga tidak sadarkan diri. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa pelaku ditangkap di apartemennya di Kota Bandung pada tanggal 23 Maret 2025.

Sebelum kejadian, pelaku melakukan pengecekan darah terhadap korban, yang merupakan anak dari salah satu pasien yang dirawat di RSHS. Tersangka meminta korban untuk diambil darahnya dan membawanya dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada tanggal 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB. Di gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau dan memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban kurang lebih 15 kali.

Fokus Evaluasi dan Rekomendasi DPR RI

Komisi IX DPR RI akan fokus pada beberapa aspek penting dalam evaluasi kasus ini:

  • Sistem Pengawasan: Mengevaluasi efektivitas sistem pengawasan terhadap tenaga medis, terutama dokter residen, di rumah sakit pendidikan.
  • Protokol Keamanan: Memastikan adanya protokol keamanan yang ketat untuk melindungi pasien dan pendamping pasien dari potensi tindakan kekerasan atau pelecehan.
  • Proses Pelaporan: Memastikan adanya mekanisme pelaporan yang mudah diakses dan aman bagi korban untuk melaporkan tindakan kekerasan atau pelecehan.
  • Pembinaan Etika: Memperkuat pembinaan etika profesi kedokteran kepada mahasiswa kedokteran dan dokter residen.
  • Pendampingan Korban: Memastikan adanya layanan pendampingan yang komprehensif bagi korban kekerasan atau pelecehan, termasuk pendampingan psikologis, hukum, dan medis.

Komisi IX DPR RI berharap, dengan adanya pemanggilan dan evaluasi ini, dapat ditemukan solusi komprehensif untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang dan meningkatkan perlindungan terhadap pasien di lingkungan rumah sakit pendidikan.