Aksi Unjuk Rasa UU TNI Berujung Ricuh: Massa Protes Pembubaran Paksa dan Minta Pertanggungjawaban Gubernur DKI

Aksi Unjuk Rasa UU TNI Berujung Ricuh: Massa Protes Pembubaran Paksa dan Minta Pertanggungjawaban Gubernur DKI

Jakarta, Indonesia - Aksi unjuk rasa yang menentang Undang-Undang TNI di depan Gedung DPR/MPR RI pada Rabu (9/4/2025) berakhir dengan kericuhan setelah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) membubarkan paksa massa aksi. Para demonstran kemudian menyampaikan protes keras atas tindakan pembubaran tersebut dan menuntut Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk bertanggung jawab.

Menurut keterangan perwakilan massa aksi, Al, pembubaran paksa terjadi saat mereka mendirikan tenda di trotoar, setelah sebelumnya dipindahkan dari depan Gerbang Pancasila oleh Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR RI. Massa aksi menyayangkan kurangnya koordinasi antara Pamdal DPR RI dan Satpol PP, yang menurut mereka saling melempar tanggung jawab.

"Kami sangat menyesalkan tindakan Satpol PP yang membubarkan aksi kami secara paksa," ujar Al. "Kami juga mempertanyakan kurangnya koordinasi antara Pamdal DPR RI dan Satpol PP dalam menangani aksi ini."

Kronologi Pembubaran Paksa

Al menjelaskan bahwa sekitar 30 anggota Satpol PP yang dipimpin oleh seorang bernama Teguh B, menggunakan pengeras suara untuk memerintahkan pengangkutan tenda dan barang-barang milik peserta aksi. Sempat terjadi negosiasi antara Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) yang mewakili peserta aksi dengan pimpinan operasi pembubaran. Namun, Satpol PP bersikukuh bahwa pendirian tenda di trotoar melanggar peraturan dan mengganggu pejalan kaki. Satpol PP mengklaim menerima aduan dari masyarakat terkait hal tersebut.

"Kami telah berdiskusi panjang untuk memastikan bahwa trotoar adalah tempat umum yang dapat digunakan untuk aksi," kata Al. "Namun, koordinator Satpol PP tetap bersikeras untuk membubarkan aksi damai kami."

Massa aksi menyayangkan tidak adanya dialog dan upaya penghormatan terhadap hak untuk menyampaikan aspirasi di muka umum. Mereka juga menyoroti bahwa Pamdal DPR RI tidak mau bertanggung jawab dan ikut berdiskusi terkait pemindahan lokasi aksi.

Gesekan dan Dampak Pembubaran

Upaya pembubaran paksa berlanjut dengan Satpol PP menggoyangkan tenda yang masih berisi peserta aksi. Setelah negosiasi yang tidak membuahkan hasil, Satpol PP membongkar tenda secara paksa dan mengangkut sejumlah barang pribadi milik peserta aksi, termasuk tenda, makanan, dan minuman.

"Terdapat beberapa perdebatan dan tarik-menarik di setiap tenda, dari mulai perusakan, pembukaan tenda secara paksa, lalu mengangkut paksa makanan dan minuman milik peserta aksi," jelas Al.

Bahkan, beberapa ibu-ibu peserta aksi berusaha naik ke truk untuk mengambil kembali makanan dan minuman mereka, namun terjadi gesekan dengan anggota Satpol PP. Dalam salah satu tenda yang ditempati peserta aksi perempuan, sempat terjadi tarik-menarik yang alot hingga salah satu peserta mengaku dipukul dari arah luar.

"Pembubaran yang dilakukan oleh Satpol PP berdampak syok mental ke beberapa peserta aksi karena dilakukan secara paksa," pungkas Al.

Massa aksi menuntut Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk menindaklanjuti tindakan pembubaran paksa yang dilakukan oleh Satpol PP dan memastikan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. Mereka juga mendesak agar ada evaluasi terhadap koordinasi antara instansi terkait dalam menangani aksi unjuk rasa.