Eskalasi Perang Dagang AS-China: Indonesia di Persimpangan Jalan Ekonomi Global

Eskalasi Perang Dagang AS-China: Indonesia di Persimpangan Jalan Ekonomi Global

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) memasuki babak baru dengan tensi yang semakin meningkat. China, merespons kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan AS, memberlakukan tarif balasan yang signifikan, meningkatkan total tarif impor produk asal AS menjadi 84% dari sebelumnya 34%. Langkah ini semakin memperkeruh hubungan dagang antara dua negara ekonomi terbesar di dunia, dan menimbulkan kekhawatiran global mengenai dampaknya terhadap stabilitas ekonomi global, termasuk Indonesia.

Dampak Langsung terhadap Ekonomi Indonesia

Direktur Eksekutif Institute for Development for Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menekankan bahwa eskalasi perang dagang ini merupakan sinyal peringatan bagi Indonesia. Ketergantungan Indonesia pada ekspor ke China, yang kini terancam oleh perlambatan ekonomi Tiongkok akibat perang dagang, dapat memberikan pukulan ganda. Penurunan permintaan dari AS dan China berpotensi mengganggu neraca perdagangan Indonesia dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Tauhid Ahmad menjelaskan:

"Ini jadi alarm bagi kita. Karena apa? Pasar ekspornya ke kita, ekspor ke China lebih besar lagi. Sehingga ekonomi kita terganggu dari dua sisi itu. Dua negara, ke Amerika sudah pasti turun, kalau China ekonominya turun, kita terdampak di market kita."

Salah satu dampak paling signifikan adalah potensi penurunan harga komoditas. Perang dagang dapat menyebabkan penurunan permintaan global, yang pada gilirannya akan menekan harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO) dan nikel. Penurunan harga komoditas akan mengurangi pendapatan negara dari sektor ini, yang berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain itu, pasar modal Indonesia juga rentan terhadap dampak perang dagang. Ketidakpastian ekonomi global dapat memicu aksi jual oleh investor asing, yang dapat menyebabkan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Tauhid Ahmad memperkirakan IHSG dapat kembali turun di bawah level 6.000 jika perang dagang terus berlanjut.

"Kalau ekonomi dunia turun, (perdagangan) bursa turun lagi. Di bawah 6.000. Pasti itu. Berat semua perusahaan dengan situasi begini," ungkapnya.

Sektor pariwisata juga berpotensi terkena dampak negatif. Ketidakpastian ekonomi dapat mengurangi minat masyarakat untuk melakukan perjalanan, yang dapat menurunkan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia.

Strategi Mitigasi dan Peluang bagi Indonesia

Ekonom Universitas Paramadina, Samirin Wijayanto, menekankan perlunya Indonesia untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menghadapi perang dagang AS-China. Salah satu langkah yang disarankan adalah melakukan pendekatan taktis dengan AS untuk memperkuat ekonomi domestik. Pendekatan ini dapat mencakup peningkatan investasi AS di Indonesia dan peningkatan ekspor Indonesia ke AS.

Samirin Wijayanto mengatakan:

"Indonesia, selain melakukan pendekatan taktis dengan AS, juga perlu melakukan berbagai upaya penguatan ekonomi domestik; untuk mengantisipasi dinamika global yang berkepanjangan. Secara paralel, kerja sama kita dengan negara lain perlu diperkokoh; kita harus memanfaatkan momentum perasaan senasib sepenanggungan ini sebaik-baiknya," kata Wijayanto.

Selain itu, Indonesia juga perlu memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain, terutama negara-negara di kawasan Asia Tenggara, untuk menciptakan pasar alternatif dan mengurangi ketergantungan pada AS dan China. Momentum perasaan senasib sepenanggungan perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memperkokoh kerjasama tersebut.

Langkah-langkah yang dapat diambil Indonesia:

  • Diversifikasi Pasar Ekspor: Mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan China dengan mencari pasar ekspor baru di negara-negara lain.
  • Peningkatan Daya Saing: Meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia agar dapat bersaing di pasar global.
  • Pengembangan Ekonomi Domestik: Mendorong pertumbuhan ekonomi domestik melalui investasi di sektor-sektor strategis dan peningkatan konsumsi domestik.
  • Kerja Sama Regional: Memperkuat kerja sama ekonomi dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Perang dagang AS-China menghadirkan tantangan yang signifikan bagi Indonesia, namun juga membuka peluang untuk melakukan reformasi ekonomi dan memperkuat posisinya di panggung ekonomi global. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengatasi dampak negatif perang dagang dan memanfaatkan peluang yang ada untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.