Lonjakan PHK di Jakarta Dominasi Angka Nasional pada Januari 2025

Lonjakan PHK di Jakarta Dominasi Angka Nasional pada Januari 2025

Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan adanya 3.325 kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilaporkan pada Januari 2025. Angka ini relatif stabil jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana tercatat 3.332 kasus PHK. Namun, distribusi geografis PHK pada Januari 2025 menunjukkan kecenderungan yang signifikan, dengan DKI Jakarta menjadi pusat permasalahan utama.

Provinsi DKI Jakarta mendominasi angka PHK nasional pada bulan Januari 2025, mencatatkan sebanyak 2.650 kasus. Jumlah ini mencapai 79,70% dari total PHK yang dilaporkan ke Kemnaker. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak ekonomi dan sosial yang mungkin timbul akibat tingginya angka PHK di ibu kota. Perbandingan dengan data Januari 2024, yang mencatat Jawa Tengah sebagai provinsi dengan angka PHK tertinggi (2.807 kasus atau 84,24% dari total kasus), menunjukkan pergeseran signifikan dalam pusat permasalahan PHK di Indonesia.

Berikut rincian lima provinsi dengan angka PHK tertinggi pada Januari 2025:

  • Provinsi DKI Jakarta: 2.650 orang
  • Provinsi Riau: 323 orang
  • Provinsi Banten: 149 orang
  • Provinsi Bali: 84 orang
  • Provinsi Sulawesi Selatan: 72 orang

Ketidaksesuaian data antara Kemnaker dan instansi daerah juga menjadi catatan penting. Laporan Kemnaker untuk Januari 2025 tidak mencantumkan data PHK dari PT Sri Rejeki Isman (Sritex Group), dan data PHK untuk Provinsi Jawa Tengah tercatat kosong. Hal ini bertolak belakang dengan informasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Disnakertrans Jateng) yang menyebutkan sebanyak 1.065 buruh PT. Bitratex Semarang mengalami PHK pada bulan yang sama. Disparitas data ini membutuhkan investigasi lebih lanjut untuk memastikan keakuratan dan transparansi pelaporan PHK di Indonesia.

Kemnaker perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pelaporan PHK, terutama untuk memastikan konsistensi data antara pusat dan daerah. Transparansi dan akurasi data sangat krusial dalam merumuskan kebijakan yang efektif untuk mengurangi dampak negatif PHK terhadap pekerja dan perekonomian nasional. Penting untuk segera menelusuri penyebab tingginya angka PHK di Jakarta, serta melakukan intervensi yang tepat untuk membantu para pekerja yang terdampak dan mencegah peningkatan angka PHK di masa mendatang.

Ke depan, peningkatan koordinasi dan kerjasama antar instansi pemerintah, serta pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi data, diharapkan dapat menghasilkan data PHK yang lebih komprehensif dan akurat, sehingga kebijakan yang diambil dapat lebih tepat sasaran dan efektif dalam menangani permasalahan PHK di Indonesia.