Overtourism Ancam Keberlanjutan Onsen di Jepang: Krisis Air Panas Meningkat

Krisis Onsen di Jepang: Terancam Kekeringan Akibat Lonjakan Wisatawan

Industri pariwisata Jepang yang berkembang pesat, terutama dengan rekor kedatangan wisatawan asing, kini memunculkan tantangan serius bagi salah satu ikon budayanya: onsen atau pemandian air panas. Lonjakan pengunjung telah menyebabkan peningkatan signifikan dalam penggunaan air panas, mengancam keberlanjutan sumber daya alam yang berharga ini.

Pada tahun 2024, Jepang mencatat rekor lebih dari 36 juta wisatawan asing, sebuah pencapaian yang luar biasa namun juga membawa konsekuensi yang tidak diinginkan. Beberapa resor onsen telah melaporkan penurunan drastis dalam pasokan air panas, bahkan beberapa terpaksa menutup operasional mereka. Situasi ini memicu kekhawatiran di kalangan pemerintah daerah dan pengelola onsen, yang berjuang untuk menyeimbangkan antara mendukung industri pariwisata dan melindungi sumber daya air mereka.

Salah satu contoh yang paling mencolok adalah resor pemandian air panas Ureshino di Prefektur Saga, Pulau Kyushu. Tingkat air di sumber air panas Ureshino telah mencapai titik terendah sepanjang sejarah, yaitu 40,8 meter pada tahun lalu. Wali Kota Ureshino, Daisuke Murakami, menyatakan komitmennya untuk menangani masalah ini dengan serius, meskipun ia meyakinkan bahwa pemandian air panas tetap beroperasi.

Wakil Wali Kota Ureshino, Hironori Hayase, menyoroti bahwa dibandingkan dengan masa sebelum pandemi COVID-19, jumlah wisatawan telah meningkat pesat, menyebabkan peningkatan penggunaan pemandian air panas di ryokan (penginapan tradisional Jepang) dan fasilitas lainnya.

Faktor Penyebab dan Upaya Penanggulangan

Beberapa faktor berkontribusi terhadap penurunan pasokan air panas ini. Selain lonjakan wisatawan, pengenalan layanan kereta Shinkansen ke daerah-daerah onsen telah menarik lebih banyak pengunjung. Ekstraksi air yang berlebihan juga menjadi faktor penting, menurut para ahli.

Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah daerah telah mengambil beberapa langkah, termasuk:

  • Pembatasan pengeboran baru: Pemerintah daerah telah membatasi izin pengeboran sumur baru untuk mengurangi tekanan pada sumber air.
  • Imbauan penghematan air: Pengelola onsen dan masyarakat diimbau untuk menghemat air dalam penggunaan sehari-hari.
  • Pembatasan pengambilan air harian: Beberapa onsen diminta untuk membatasi jumlah air yang mereka ambil setiap hari.
  • Pengaturan penggunaan air malam hari: Hotel-hotel diminta untuk mengatur penggunaan air pada malam hari agar tingkat air dapat pulih secara bertahap.

Namun, banyak pihak yang khawatir bahwa langkah-langkah ini tidak cukup untuk menjamin pasokan air jangka panjang. Peneliti senior di Hot Spring Research Center menekankan pentingnya pendekatan ilmiah dalam pengelolaan sumber daya air panas. Ia menyarankan pemantauan tingkat air secara berkelanjutan dan penggunaan data untuk mengurangi pemborosan.

Tantangan Overtourism dan Masa Depan Onsen

Krisis air panas yang melanda onsen di Jepang adalah contoh nyata dari dampak negatif overtourism. Sementara industri pariwisata memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan ini tidak mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan budaya lokal.

Masa depan onsen di Jepang bergantung pada kemampuan pemerintah, pengelola onsen, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mengelola sumber daya air secara berkelanjutan. Diperlukan solusi jangka panjang yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan peningkatan permintaan air. Selain itu, edukasi tentang praktik pariwisata yang bertanggung jawab kepada wisatawan juga penting untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Dengan tindakan yang tepat, onsen di Jepang dapat terus menjadi tujuan wisata yang populer dan berharga, sekaligus melestarikan warisan budaya dan sumber daya alam yang tak ternilai harganya.