Aksi Protes UU TNI: Massa Terpaksa Gelar Aksi di Trotoar Setelah Tenda di Depan Gedung DPR Digusur

Aksi Penolakan UU TNI di DPR Berujung Penggusuran, Massa Protes di Trotoar

Jakarta - Aksi unjuk rasa menentang Undang-Undang (UU) TNI di depan Gedung DPR/MPR RI mengalami kendala. Pihak keamanan memaksa massa aksi untuk memindahkan tenda yang semula didirikan di depan Gerbang Pancasila, Selasa (8/4/2025). Akibatnya, para demonstran terpaksa melanjutkan aksi mereka di trotoar, tepat di seberang gerbang tersebut.

Aksi ini, yang dimulai sejak Senin (7/4/2025), merupakan bentuk protes terhadap pengesahan Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi UU pada 20 Maret 2025 lalu. Al, seorang perwakilan masyarakat sipil, mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan pengamanan DPR. "Kami aksi sejak hari Senin sampai hari ini masih bertahan. Tadinya di depan (gerbang), tapi ada upaya dari pengamanan DPR untuk memindahkan kami secara paksa," ujarnya.

Sebagai bentuk pemberitahuan kepada masyarakat, massa aksi memasang pengumuman di trotoar yang berbunyi: "Mohon maaf perjalanan anda terganggu. Aksi protes kami digusur ke trotoar," disertai tagar #BatalkanRUUTNI dan #SupremasiSipil. Al sendiri menyayangkan pemindahan lokasi aksi karena dianggap mengganggu pejalan kaki. "Dari kami sendiri sebenarnya kurang setuju untuk dipindahkan di trotoar karena mengganggu aktivitas pejalan kaki," katanya. "Sebelumnya tendanya ada di depan gerbang, karena tujuan kami adalah memberikan atensi supaya mereka tahu bahwa kami sedang melakukan tuntutan, sedang melakukan aksi," imbuhnya.

Meski dipindahkan ke trotoar, massa aksi tetap berupaya menjaga agar tidak sepenuhnya menghalangi pejalan kaki. Mereka terlihat berdiskusi, beristirahat, dan sebagian memandangi Gedung DPR sebagai simbol aspirasi yang ingin mereka sampaikan. Menurut Al, upaya pengusiran telah terjadi beberapa kali, dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari Satpol PP, pengamanan DPR, hingga kepolisian.

Alasan pengusiran pun beragam. "Ya beragam ya (alasan mengusir). Ada yang bilang demo kami enggak ada isinya atau mungkin bisa dibilang enggak jelas," tutur Al. Padahal, lanjutnya, aksi ini jelas menuntut pencabutan UU TNI yang dianggap bermasalah. "Jadi, dari mereka dengan dalihnya mengganggu juga. Padahal, di sini (DPR), kan rumah kita sendiri, rumah rakyat," tegasnya.

Ekspresi Perlawanan yang Damai

Al menjelaskan bahwa aksi ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk mengekspresikan penolakan terhadap UU TNI dengan cara yang kreatif dan damai. "Contohnya kemarin ada yang teatrikal, ada yang bernyanyi, dan juga ada kegiatan lain seperti kuteksan, make up, dan segala macam," ujarnya. Bahkan, ada seniman yang turut serta dengan menggambar aksi protes tersebut.

  • Teatrikal
  • Bernyanyi
  • Kuteksan
  • Make Up
  • Menggambar aksi protes

"Termasuk membuka lapak buka dan juga ada seniman yang menggambar aksi protes kami," tambah Al. Ia menekankan bahwa semua aktivitas tersebut merupakan bentuk perlawanan yang damai, sesuai dengan arahan Presiden. "(Yang paling penting) Karena kan dari Pak Presiden sendiri mengatakan bahwa aksi harus damai. Ini salah satu cara kami untuk mengekspresikan bahwa aksi kami itu damai," pungkasnya.

Aksi ini menjadi sorotan karena dilakukan di tengah penolakan masyarakat terhadap pengesahan Revisi UU TNI. Masyarakat sipil menilai bahwa UU tersebut berpotensi mengancam supremasi sipil dan memberikan kewenangan yang berlebihan kepada TNI.