Antisipasi Tarif Trump: DPR Dorong Diversifikasi Pasar Ekspor Indonesia
DPR Minta Pemerintah Proaktif Cari Pasar Alternatif di Tengah Ancaman Tarif Impor AS
Jakarta - Komisi XI DPR RI mendesak pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah proaktif dalam mencari pasar ekspor alternatif di luar Amerika Serikat. Desakan ini muncul sebagai respons terhadap kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, yang diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
"Kita tidak boleh terpaku pada satu pasar saja. Dunia ini luas, dan kita harus termotivasi untuk aktif mencari peluang di negara lain," ujar Fathi, Anggota Komisi XI DPR RI, dalam keterangan tertulisnya. Ia menekankan bahwa ketergantungan yang berlebihan pada satu negara dapat membuat Indonesia rentan terhadap gejolak ekonomi global dan kebijakan perdagangan yang berubah-ubah.
Fathi menyoroti potensi kerjasama perdagangan di antara negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) sebagai salah satu solusi. Menurutnya, negara-negara BRICS dapat saling membantu dalam memenuhi kebutuhan ekspor dan impor masing-masing, sehingga mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti AS.
"Kerjasama Selatan-Selatan juga merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas jangkauan perdagangan," tambahnya. Kerjasama Selatan-Selatan merujuk pada kerjasama teknis dan ekonomi antara negara-negara berkembang.
Selain diversifikasi pasar, Fathi juga menekankan pentingnya peningkatan daya saing produk-produk Indonesia di pasar global. Ia menyerukan investasi yang lebih besar dalam inovasi, teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk ekspor Indonesia.
"Kita harus punya peran yang lebih aktif dalam membentuk tatanan ekonomi dunia yang baru, bukan hanya menjadi pengikut," tegasnya. Ia berharap Indonesia dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisinya di panggung ekonomi global.
Sebelumnya, Presiden mengakui bahwa kebijakan tarif impor AS akan memberikan dampak serius bagi Indonesia, terutama terhadap industri tekstil, garmen, dan furnitur. Pemerintah telah menyatakan komitmennya untuk mencari solusi, termasuk melalui perluasan pasar ekspor.
Kebijakan tarif impor baru AS, yang diumumkan pada 2 April 2025, mengenakan tarif minimal 10 persen terhadap seluruh barang impor. Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen, sementara negara-negara ASEAN lainnya dikenakan tarif bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 49 persen.
Dampak Kebijakan Tarif Impor AS:
- Peningkatan biaya ekspor bagi produk-produk Indonesia ke AS.
- Potensi penurunan volume ekspor ke AS.
- Ancaman terhadap lapangan kerja di sektor-sektor yang berorientasi ekspor.
- Peningkatan tekanan terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Langkah-Langkah Antisipasi yang Disarankan:
- Diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara non-AS.
- Peningkatan daya saing produk ekspor.
- Penguatan kerjasama perdagangan dengan negara-negara BRICS dan negara berkembang lainnya.
- Diplomasi ekonomi untuk melobi AS agar mempertimbangkan kembali kebijakan tarif impor.
Dengan langkah-langkah antisipasi yang tepat, Indonesia diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif dari kebijakan tarif impor AS dan terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.