Skilot: Lomba Selancar Lumpur Meriahkan Lebaran Ketupat di Pesisir Pasuruan
Semarak Perayaan Lebaran Ketupat di Pasuruan: Tradisi Skilot Tarik Perhatian
Desa Tambaklekok, Pasuruan, Jawa Timur, menjadi pusat perhatian pada Senin (7/4/2025) ketika ratusan warga berkumpul untuk menyaksikan tradisi unik: Skilot. Lomba selancar lumpur ini merupakan perayaan tahunan yang menandai Hari Raya Ketupat, tujuh hari setelah Idul Fitri.
Skilot, sebuah tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi oleh para nelayan Pasuruan Timur, merupakan ajang adu ketangkasan di atas lumpur. Peserta menggunakan papan kayu tipis berukuran sekitar 70 sentimeter, yang biasanya digunakan untuk mencari kerang saat air laut surut, sebagai alat selancar.
Skilot: Lebih dari Sekadar Hiburan
Bagi peserta seperti Agus Slamet, Skilot bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga cara untuk melestarikan budaya lokal. Agus, yang tidak pernah absen dari perlombaan ini, menjelaskan bahwa papan yang digunakan memang alat sehari-hari para nelayan. Keterampilan menjaga keseimbangan dan kekuatan kaki menjadi kunci utama untuk memenangkan perlombaan ini.
Tekniknya sederhana namun menantang. Peserta harus mengambil posisi jongkok, mirip dengan posisi start dalam lomba lari, dengan satu kaki berfungsi sebagai pendorong dan tangan memegang tuas untuk mengendalikan arah dan menjaga keseimbangan.
Wawan Suliato, seorang penonton yang sengaja datang setelah menikmati hidangan lontong sayur khas Lebaran, mengungkapkan kegembiraannya menyaksikan perlombaan ini. Ia menyebut Skilot sebagai hiburan murah meriah yang penuh dengan sorak sorai.
Sejarah dan Perkembangan Tradisi Skilot
Menurut Kepala Desa Tambaklekok, Mochammad Djamil, tradisi Skilot berawal dari kebiasaan para nelayan yang berselancar di lumpur saat mencari kerang di area pantai yang surut. Sekitar tahun 1990-an, kegiatan ini kemudian diangkat menjadi perlombaan rutin di area tambak dengan air dangkal dan berlumpur.
"Dengan diadakan di tambak, penonton bisa lebih dekat dan suasananya menjadi lebih meriah. Pesertanya pun tidak hanya berasal dari desa ini saja, tetapi juga dari kecamatan lain," jelas Mochammad Djamil.
Dukungan Pemerintah dan Harapan akan Pengakuan Resmi
Tahun ini, sebanyak 42 peserta ambil bagian dalam perlombaan yang berlangsung selama tiga hari. Hadiah utama sebesar Rp 7,5 juta menanti sang juara.
Wakil Bupati Pasuruan, Shobih Asrori, turut memberikan dukungan terhadap tradisi ini. Beliau menekankan bahwa Skilot adalah bagian penting dari budaya masyarakat pesisir yang patut dilestarikan. Pemerintah Kabupaten Pasuruan saat ini sedang berupaya agar Skilot diakui sebagai cabang olahraga tradisional di bawah naungan KORMI (Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia).
"Ke depan, tradisi Skilot ini akan kami perhatikan melalui KORMI, agar bisa dilombakan secara resmi sebagai olahraga tradisional," kata Shobih Asrori, menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung dan mengembangkan tradisi unik ini.