ALFI Ungkap Strategi Jitu Hadapi Tekanan Ekonomi 2025: Fokus Konsumsi Domestik dan Diplomasi Ekonomi
ALFI Ungkap Strategi Jitu Hadapi Tekanan Ekonomi 2025: Fokus Konsumsi Domestik dan Diplomasi Ekonomi
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyoroti berbagai tantangan ekonomi yang diperkirakan akan mewarnai tahun 2025. Tekanan global, seperti ketidakpastian penurunan suku bunga oleh The Fed, dan masalah internal, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah, menjadi perhatian utama. Lebih lanjut, kebijakan tarif dagang yang diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, turut memperburuk prospek ekonomi nasional.
Chairman ALFI Institute, Yukki Nugrahawan Hanafi, memprediksi bahwa perekonomian pada tahun 2025 tidak akan berjalan mulus dan berpotensi menghambat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Menurutnya, tarif dagang AS akan berdampak signifikan pada kinerja ekspor Indonesia, yang selama ini menyumbang sekitar 10% dari total ekspor. Tekanan ini diperparah oleh masalah domestik seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), pelemahan nilai tukar, dan arus modal keluar.
Menghadapi situasi ini, ALFI mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna memperkuat fundamental ekonomi. Salah satu fokus utama adalah mendorong konsumsi domestik, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Data menunjukkan bahwa konsumsi domestik mengalami tekanan sepanjang tahun 2025, dengan indikasi penurunan daya beli masyarakat dan deflasi pada awal tahun.
Rekomendasi Kebijakan dari ALFI:
Untuk mengatasi tantangan ekonomi yang ada, ALFI memberikan lima rekomendasi kebijakan kepada pemerintah:
- Penguatan Diplomasi Ekonomi: Pemerintah perlu meningkatkan hubungan bilateral dengan AS dan mencari pasar alternatif di negara-negara non-konvensional. Selain itu, penyelesaian Kesepakatan Free Trade Agreement dengan Uni Eropa (FTA EU-CEPA) perlu dipercepat.
- Peningkatan Daya Saing Nasional: Deregulasi perizinan yang rumit diperlukan untuk menarik relokasi ekspor dari negara-negara yang terkena tarif tinggi oleh AS. Indonesia perlu memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan pangsa pasar.
- Kebijakan Fiskal yang Efektif: Evaluasi dan pengurangan kebijakan yang tidak mendesak dan berpotensi mengganggu stabilitas fiskal harus dilakukan. Reevaluasi implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu dipertimbangkan, dan stimulus fiskal serta kemudahan pembiayaan harus diberikan kepada sektor-sektor yang terdampak langsung oleh tarif dagang AS.
- Penarikan Investasi dan Percepatan Hilirisasi: Reformasi struktural diperlukan untuk menarik investasi yang mendorong hilirisasi di sektor-sektor strategis selain mineral dan batubara, seperti perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan.
- Penjagaan Daya Beli dan Pendorong Konsumsi Domestik: Stimulus untuk meningkatkan belanja konsumen perlu disediakan, terutama bagi masyarakat kelas menengah. Penciptaan lapangan kerja baru melalui stimulus pada sektor-sektor dengan efek pengganda tinggi, seperti manufaktur, makanan dan minuman, teknologi, serta UMKM, juga penting. Selain itu, subsidi atau insentif pajak penghasilan bagi masyarakat kelas menengah dapat membantu meningkatkan daya beli.
ALFI menekankan pentingnya memperkuat daya beli dan konsumsi domestik untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global. Dengan pasar domestik yang besar dan demografi penduduk yang produktif, Indonesia memiliki potensi untuk mengurangi dampak tekanan eksternal. ALFI mencontohkan China yang telah melakukan reorientasi kebijakan ekonomi dengan fokus pada konsumsi domestik sebagai strategi untuk menghadapi tantangan global.