DPR Pertimbangkan Penghapusan SKCK: Langkah Progresif atau Preseden Buruk?
DPR Pertimbangkan Penghapusan SKCK: Langkah Progresif atau Preseden Buruk?
Wacana penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) terus bergulir dan kini mendapat perhatian dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Andreas Hugo Pariera, menyatakan bahwa usulan yang diajukan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) ini layak untuk dipertimbangkan secara serius.
Alasan Kemanusiaan dan Penghapusan Stigma
Andreas Pariera menekankan bahwa penghapusan SKCK dapat dilihat sebagai langkah positif atas dasar kemanusiaan dan upaya untuk menghilangkan stigma negatif yang melekat pada mantan narapidana. Menurutnya, SKCK seringkali menjadi "label" yang diskriminatif, menghambat proses reintegrasi sosial dan mempersulit mantan narapidana untuk kembali hidup normal di masyarakat.
"Selama ini SKCK cenderung menjadi 'senjata' diskriminatif terhadap mantan narapidana dan tentu akan menyulitkan mantan warga binaan lapas untuk reintegrasi sosial dan kembali hidup normal dan memperoleh pekerjaan," ujarnya.
Politisi dari PDI-P ini juga menyoroti bahwa tujuan utama dari lembaga pemasyarakatan (lapas) adalah untuk membina narapidana agar dapat kembali ke masyarakat dan hidup sebagai warga negara yang baik. Dengan adanya SKCK, tujuan ini justru menjadi terhambat.
Alternatif Pengganti SKCK: Psikotes dan Uji Keterampilan
Sebagai solusi alternatif, Andreas menyarankan agar perusahaan atau lembaga pemberi kerja lebih mengandalkan psikotes dan uji keterampilan dalam proses rekrutmen. Menurutnya, metode ini lebih akurat dalam mengukur kompetensi, integritas, loyalitas, dan dedikasi calon pekerja dibandingkan hanya berfokus pada SKCK.
"Tokoh pada lembaga-lembaga pemberi kerja yang profesional pemanfaatan psikotes dan tes keterampilan akan jauh lebih sahih untuk menguji integritas, loyalitas, dedikasi dan keterampilan seseorang," kata Andreas.
Usulan Kemenkumham dan Dampaknya Bagi Mantan Narapidana
Sebelumnya, Kemenkumham melalui Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Nicholay Aprilindo, telah mengirimkan surat usulan penghapusan SKCK kepada Mabes Polri. Usulan ini didasari oleh keluhan dari mantan narapidana yang kesulitan mencari pekerjaan karena persyaratan SKCK. Kemenkumham berpendapat bahwa SKCK menghalangi hak asasi manusia (HAM) mantan narapidana untuk mendapatkan pekerjaan dan kembali ke masyarakat.
"Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup," ujar Nicholay Aprilindo.
Pro dan Kontra Penghapusan SKCK
Wacana penghapusan SKCK ini tentu menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Di satu sisi, banyak pihak yang mendukung usulan ini karena dianggap sebagai langkah progresif dalam menjunjung tinggi HAM dan memberikan kesempatan kedua bagi mantan narapidana. Di sisi lain, ada juga yang khawatir bahwa penghapusan SKCK dapat meningkatkan angka kriminalitas karena perusahaan atau lembaga pemberi kerja tidak memiliki informasi yang cukup tentang latar belakang calon pekerja.
Penghapusan SKCK akan memberikan dampak yang signifikan terhadap sistem hukum dan sosial di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kajian yang mendalam dan komprehensif sebelum keputusan akhir diambil. Pemerintah dan DPR perlu mempertimbangkan semua aspek, termasuk potensi manfaat dan risiko, serta mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak.
Tantangan Implementasi dan Pengawasan
Jika SKCK benar-benar dihapuskan, pemerintah perlu menyiapkan mekanisme pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa mantan narapidana tidak kembali melakukan tindak kriminal. Selain itu, perlu juga ada program pendampingan dan pelatihan yang memadai untuk membantu mantan narapidana dalam mencari pekerjaan dan beradaptasi kembali dengan kehidupan di masyarakat. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menerima dan memberikan kesempatan kepada mantan narapidana untuk memulai hidup baru.
Penghapusan SKCK merupakan isu kompleks yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dengan kajian yang mendalam, kebijakan yang tepat, dan implementasi yang efektif, diharapkan wacana ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia.