Industri Pulp dan Kertas Indonesia Terancam Gelombang Tarif Impor AS: APKI Mendesak Respons Strategis Pemerintah
Industri Pulp dan Kertas Indonesia Terancam Gelombang Tarif Impor AS: APKI Mendesak Respons Strategis Pemerintah
Jakarta - Industri pulp dan kertas Indonesia menghadapi ancaman serius akibat kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat secara signifikan melemahkan daya saing produk Indonesia di pasar AS dan berpotensi mengganggu stabilitas industri dalam negeri.
Ketua Umum APKI, Liana Bratasida, menyatakan bahwa tarif impor yang tinggi akan membuat harga produk pulp dan kertas Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan dengan produk serupa dari negara lain. Konsekuensinya, ekspor Indonesia ke AS berpotensi menurun drastis, yang pada gilirannya akan berdampak negatif pada produksi, lapangan kerja, dan pertumbuhan industri secara keseluruhan.
"Kebijakan ini tidak hanya merugikan industri pulp dan kertas Indonesia, tetapi juga berisiko merusak prinsip-prinsip perdagangan bebas dan adil yang telah diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)," tegas Liana dalam pernyataan persnya.
Menanggapi situasi ini, APKI mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna melindungi kepentingan industri dalam negeri. Beberapa langkah yang direkomendasikan oleh APKI meliputi:
- Memperkuat Perlindungan Pasar Domestik: Mencegah masuknya produk impor dari negara-negara lain yang terdampak kebijakan tarif AS dan berupaya mengalihkan ekspornya ke Indonesia.
- Menjaga Pasar Domestik sebagai Pasar Sekunder Strategis: Memastikan bahwa pasar domestik tetap menjadi prioritas bagi industri pulp dan kertas Indonesia.
- Konsistensi terhadap Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN): Mendorong penggunaan bahan baku lokal dalam produksi pulp dan kertas untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
- Mempertimbangkan Kebijakan Tarif Balasan: Meninjau kemungkinan penerapan tarif terhadap produk-produk manufaktur AS, terutama yang daya saingnya kurang kompetitif dibandingkan dengan produk sejenis dari negara lain. Namun, kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan ketentuan WTO.
APKI juga menekankan pentingnya upaya diplomasi untuk menegosiasikan kembali kebijakan tarif impor AS. Asosiasi tersebut sedang berkoordinasi dengan berbagai kementerian, lembaga, dan asosiasi terkait di tingkat ASEAN untuk mendorong pemerintah Indonesia agar segera berkomunikasi dengan AS melalui perundingan bilateral maupun multilateral.
"Kami berharap pemerintah dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi industri pulp dan kertas Indonesia dari dampak negatif kebijakan tarif impor AS," ujar Liana.
Sebagai informasi tambahan, pemerintah AS telah mengumumkan penerapan tarif impor baru terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia, dengan tarif timbal balik sebesar 32 persen.
APKI saat ini tengah melakukan kajian internal bersama para anggotanya untuk memahami lebih dalam dampak riil dari implementasi kebijakan tarif tersebut di lapangan. Hasil kajian ini akan menjadi dasar bagi APKI untuk memberikan rekomendasi yang lebih spesifik kepada pemerintah.