Intimidasi Jurnalis di Semarang, Anggota Pengamanan Kapolri Minta Maaf, Proses Hukum Berlanjut
Anggota Pengamanan Kapolri Minta Maaf atas Insiden Intimidasi Jurnalis di Semarang
Semarang, Jawa Tengah – Insiden kurang menyenangkan menimpa sejumlah jurnalis saat meliput kegiatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Semarang. Tim Pengamanan Protokoler Kapolri akhirnya menyampaikan permohonan maaf atas tindakan intimidasi yang dilakukan anggotanya.
Ipda Endry Purwa Sefa, anggota tim pengamanan yang terlibat langsung dalam insiden tersebut, mendatangi Kantor Berita ANTARA Semarang pada Minggu (6/4/2025) malam untuk menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada Makna Zaezar, jurnalis ANTARA yang menjadi salah satu korban. Endry mengakui bahwa tindakannya terhadap para jurnalis tidak mencerminkan sikap humanis dan profesional yang seharusnya dimiliki seorang anggota Polri.
"Kami dari tim pengamanan protokoler mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian di Stasiun Tawang dengan rekan-rekan media. Semoga ke depannya kejadian ini kita jadi lebih humanis, profesional, dan dewasa," ujar Endry di hadapan awak media.
Insiden tersebut melibatkan tindakan kekerasan fisik, seperti pemukulan di kepala, serta intimidasi verbal berupa ancaman kekerasan. Beberapa jurnalis sempat merekam kejadian tersebut, yang kemudian menjadi viral di media sosial.
Reaksi Jurnalis dan Kantor Berita ANTARA
Makna Zaezar, jurnalis ANTARA yang menjadi korban intimidasi, menyatakan telah memaafkan perlakuan Endry secara pribadi. Namun, ia menekankan pentingnya proses hukum terhadap Endry oleh Mabes Polri. Hal ini bertujuan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan dan memberikan efek jera.
"Saya sudah mendengarkan permintaan maaf langsung dari Mas Endry dan Pak Kabid juga. Beliau datang dari Jakarta langsung menghampiri malam ini dan mengonfirmasi kejadian kemarin. Saya pribadi sudah memaafkan secara manusiawi, cuma ada tindak lanjut dari Polri untuk Mas Endry," ungkap Makna.
Direktur Pemberitaan ANTARA, Irfan Junaidi, menyampaikan penyesalannya atas tindakan kasar yang dialami para jurnalis yang tengah bertugas. Ia menegaskan bahwa Polri memiliki tanggung jawab atas insiden ini dan meminta agar kejadian ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan di masa mendatang.
Irfan Junaidi juga menyoroti bahwa tindakan anggota pengamanan tersebut melanggar Undang-Undang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers dan melindungi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
"Saya menyesalkan, karena kita sama-sama di lapangan menjalankan tugas untuk melayani masyarakat. Mudah-mudahan bisa jadi bahan koreksi, supaya ke depannya pengamanan atau handling terhadap teman-teman media bisa dijalankan secara humanis dan profesional," tegas Irfan.
Proses Hukum Tetap Berjalan
Meskipun permintaan maaf telah disampaikan dan diterima secara pribadi oleh korban, proses hukum terkait insiden intimidasi ini tetap akan berjalan. Hal ini menunjukkan komitmen Polri untuk menindak tegas anggotanya yang melakukan pelanggaran, serta menjamin perlindungan bagi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak, terutama aparat penegak hukum, untuk menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan pers. Jurnalis memiliki peran penting dalam mengawal demokrasi dan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat. Tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tidak dapat ditoleransi dan harus ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.
Poin-poin penting dari kejadian tersebut:
- Insiden intimidasi jurnalis oleh Tim Pengamanan Kapolri di Semarang.
- Permintaan maaf disampaikan oleh Ipda Endry Purwa Sefa.
- Korban memaafkan secara pribadi namun proses hukum tetap berjalan.
- Direktur Pemberitaan ANTARA menyesalkan kejadian tersebut dan meminta pertanggungjawaban Polri.
- Tindakan tersebut melanggar UU Pers.
- Kebebasan Pers harus dihormati dan dilindungi.