Gelombang PHK Melanda Awal 2025: Lebih dari 18 Ribu Pekerja Kehilangan Pekerjaan dalam Dua Bulan

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melaporkan lonjakan signifikan dalam jumlah pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada awal tahun 2025. Data terbaru menunjukkan bahwa hingga akhir Februari 2025, sebanyak 18.610 pekerja telah kehilangan pekerjaan mereka di berbagai sektor industri. Angka ini menandai peningkatan tajam dibandingkan bulan Januari, menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas pasar kerja di Indonesia.

Lonjakan PHK ini menjadi perhatian serius karena mencerminkan peningkatan empat kali lipat hanya dalam satu bulan. Data Kemnaker menunjukkan adanya penambahan 15.285 pekerja yang di-PHK dibandingkan dengan angka Januari 2025 yang hanya mencatat 3.325 kasus. "Pada periode Januari hingga Februari 2025, terdapat 18.610 tenaga kerja yang dilaporkan terkena PHK," demikian pernyataan resmi dari Kemnaker, seperti yang tercantum dalam ikhtisar data di situs web Satu Data Kemnaker.

Distribusi PHK tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Provinsi Jawa Tengah menjadi wilayah dengan dampak PHK paling signifikan, menyumbang 57,37% dari total kasus PHK yang dilaporkan secara nasional. Jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan di Jawa Tengah mencapai angka yang mengkhawatirkan, terutama karena pada bulan Januari, provinsi ini tidak mencatat adanya kasus PHK.

Berikut rincian wilayah yang mengalami dampak PHK:

  • Jawa Tengah: Mengalami lonjakan signifikan, dari tidak ada PHK di Januari menjadi penyumbang terbesar kasus PHK nasional di Februari.
  • DKI Jakarta: Meskipun mencatat jumlah PHK tertinggi di Januari (2.650 kasus), angka ini tidak mengalami peningkatan di Februari.
  • Riau: Mengalami peningkatan tajam, dari 323 kasus PHK di Januari menjadi 3.530 kasus di Februari.
  • Jawa Timur: Mencatat penambahan 978 kasus PHK, setelah tidak ada PHK yang dilaporkan di Januari.
  • Banten: Mengalami peningkatan dari 149 kasus PHK di Januari menjadi 411 kasus di Februari.

Lonjakan PHK ini memunculkan pertanyaan tentang faktor-faktor yang mendasari fenomena ini. Analis ekonomi menduga bahwa kombinasi antara perlambatan ekonomi global, perubahan kebijakan industri, dan otomatisasi di berbagai sektor dapat menjadi penyebab utama. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi dampak PHK, termasuk memberikan pelatihan keterampilan bagi pekerja yang terdampak, memfasilitasi pencarian kerja, dan memberikan dukungan finansial sementara untuk meringankan beban ekonomi mereka. Selain itu, penting untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru. Situasi ini memerlukan respons cepat dan terkoordinasi dari semua pihak terkait untuk meminimalkan dampak negatifnya terhadap kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional.