Inovasi Penyelamatan: Kecoak Cyborg Singapura Diterjunkan dalam Misi Kemanusiaan di Myanmar Pasca-Gempa

Kecoak Cyborg Singapura Bantu Pencarian Korban Gempa Myanmar

Singapura telah mengerahkan teknologi inovatif dalam upaya pencarian dan penyelamatan korban gempa dahsyat yang melanda Myanmar. Sebanyak sepuluh kecoak cyborg, hasil pengembangan kolaborasi antara lembaga pemerintah dan universitas terkemuka, diterjunkan untuk membantu tim penyelamat di lapangan. Gempa berkekuatan 7,7 magnitudo tersebut telah menyebabkan kerusakan parah dan menelan ribuan korban jiwa, mendorong respons cepat dari berbagai negara, termasuk Singapura.

Tim Singapore Civil Defence Force (SCDF), dengan sandi Operasi Lionheart, telah berada di Myanmar sejak 29 Maret, dilengkapi dengan personel terlatih dan anjing pelacak. Kehadiran mereka diperkuat dengan kedatangan tim dari Home Team Science and Technology Agency (HTX) yang membawa serta kecoak-kecoak cyborg ini. Pengerahan kecoak cyborg ini menandai yang pertama kalinya teknologi ini digunakan dalam operasi kemanusiaan nyata.

Pengembangan dan Kemampuan Kecoak Cyborg

Kecoak cyborg ini merupakan hasil kolaborasi antara HTX, Nanyang Technological University, dan Klass Engineering and Solutions. Berbasis pada kecoak Madagaskar yang berukuran sekitar 6 cm, serangga ini dilengkapi dengan kamera mini dan sensor inframerah. Ukuran yang kecil memungkinkan mereka untuk menjelajahi celah-celah sempit dan area yang sulit dijangkau oleh manusia maupun anjing pelacak di bawah reruntuhan bangunan. Pergerakan kecoak dikendalikan dari jarak jauh melalui stimulasi elektroda.

Informasi yang dikumpulkan oleh kamera dan sensor inframerah diproses oleh algoritma machine learning canggih. Algoritma ini dirancang untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan, seperti panas tubuh atau pergerakan kecil, di antara puing-puing. Data yang terkumpul kemudian ditransmisikan secara nirkabel kembali ke tim teknisi HTX, memberikan informasi penting untuk memandu upaya penyelamatan.

Pengerahan di Lapangan dan Tantangan

Kecoak cyborg pertama kali dikerahkan pada 31 Maret di sebuah rumah sakit yang runtuh, yang memiliki luas setara dengan dua lapangan sepak bola. Sebelumnya, SCDF telah melakukan penyisiran awal dengan anjing pelacak. Namun, kecoak cyborg dikerahkan untuk melakukan pemeriksaan lebih mendalam di bawah reruntuhan, yang membutuhkan waktu sekitar 45 menit.

Insinyur dari HTX, Ong Ka Hing, menggambarkan kondisi di lapangan sebagai "tidak nyata", dengan jalanan retak dan banyak orang mengungsi akibat kehilangan tempat tinggal. Kekurangan makanan dan air menjadi tantangan tambahan dalam operasi penyelamatan.

Teknologi kecoak cyborg ini sebelumnya dipamerkan pada Milipol Asia-Pasifik Summit dan TechX di Singapura pada April 2024, dengan rencana awal untuk dikerahkan sekitar tahun 2026. Namun, skala bencana di Myanmar mendorong HTX untuk mempercepat implementasi teknologi ini guna mendukung upaya SCDF di lapangan. Meskipun masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, penggunaan kecoak cyborg menunjukkan potensi besar teknologi dalam meningkatkan efektivitas operasi pencarian dan penyelamatan di masa depan.

Penggunaan kecoak cyborg dalam operasi penyelamatan di Myanmar merupakan bukti nyata inovasi teknologi untuk kemanusiaan. Dengan kemampuannya menjelajahi ruang sempit dan mendeteksi tanda-tanda kehidupan, serangga cyborg ini berpotensi menyelamatkan banyak nyawa di tengah reruntuhan.