Gabel Desak Pemerintah Perkuat TKDN di Tengah Ancaman Tarif Balasan AS

Gabel Minta Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Industri Lokal Melalui TKDN

Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) mendesak pemerintah Indonesia untuk memperkuat kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai respons terhadap potensi dampak negatif dari tarif balasan yang dikenakan oleh Amerika Serikat (AS). Desakan ini muncul di tengah kekhawatiran bahwa pasar domestik akan dibanjiri oleh produk impor dari negara-negara yang terdampak kebijakan tarif AS.

Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman, menyampaikan bahwa kebijakan TKDN telah terbukti efektif dalam meningkatkan permintaan terhadap produk manufaktur dalam negeri, terutama dari sektor belanja pemerintah. Oleh karena itu, Gabel meminta agar pemerintah tidak melonggarkan kebijakan ini sebagai respons terhadap kenaikan bea masuk impor AS.

"Gabel meminta agar kebijakan TKDN tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespons kebijakan kenaikan bea masuk impor AS. Kebijakan TKDN ini telah terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah," kata Daniel dalam keterangan resminya.

Percepatan Kebijakan Non-Tariff Measure (NTM) Mendesak

Gabel juga menekankan pentingnya bagi pemerintah untuk segera mengeluarkan berbagai kebijakan Non-Tariff Measure (NTM) atau Non-Tariff Barrier (NTB) guna melindungi pasar dalam negeri. Kebijakan-kebijakan ini meliputi:

  • Revisi Permendag No 8 Tahun 2024
  • Pemberlakuan pelabuhan entry point
  • Memperluas kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Kebijakan-kebijakan ini dipandang sebagai langkah risk management yang sangat penting untuk mengamankan pasar domestik. Menurut Gabel, kebijakan ini telah lama diusulkan dan mendesak untuk segera diimplementasikan.

"Kebijakan-kebijakan itu sebagai bentuk risk management yang sangat urgent untuk dapat mengamankan pasar dalam negeri. Kebijakan-kebijakan itu juga yang selama ini sudah kami minta, dan untuk segera dilaksanakan," terang Daniel.

TKDN Jamin Investasi dan Lapangan Kerja

Lebih lanjut, Gabel meyakini bahwa kebijakan TKDN memberikan jaminan kepastian investasi dan menarik investasi baru ke Indonesia. Kebijakan ini juga berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja, karena banyak industri bergantung pada pembelian produk mereka oleh pemerintah melalui program TKDN.

"Pelonggaran kebijakan TKDN akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia," tegas Daniel.

Respons Tarif: Pertimbangkan Tarif Balasan dan Evaluasi Daya Saing

Selain memperkuat TKDN dan NTM, Gabel juga mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan respons tarif terhadap kebijakan tarif AS. Namun, Gabel juga menyarankan agar pemerintah mengevaluasi daya saing produk AS sebelum mengambil tindakan. Bahkan, Gabel menyarankan agar pemerintah memberikan tarif masuk 0% pada produk manufaktur AS.

"Bea masuk impor AS ini tidak ada kaitannya dengan NTM atau NTB, karena NTM atau NTB adalah instrumen penting pemerintah yang sudah umum dilakukan oleh negara manapun guna mengamankan pasar dalam negerinya," tegas Daniel.

"Karena pada dasarnya daya saing produk AS tidak terlalu kompetitif dengan produk manufaktur dalam negeri atau produk manufaktur negara saingan AS," pungkasnya.

Latar Belakang Tarif Balasan AS

Tarif balasan AS terhadap Indonesia sebesar 32% didasarkan pada dua alasan utama yang disampaikan oleh pemerintah AS. Pertama, Indonesia mengenakan tarif terhadap produk etanol AS sebesar 30%, yang dianggap lebih tinggi dibandingkan tarif AS sebesar 2,5%. Kedua, AS menyoroti kebijakan TKDN yang diterapkan Indonesia.

Selain itu, pemerintah AS juga menyoroti persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan kebijakan yang mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk mengalihkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$ 250.000 atau lebih.