Jusuf Kalla Tanggapi Tarif Impor AS: Pemerintah Perlu Klarifikasi, Jangan Panik Berlebihan

Jusuf Kalla Minta Pemerintah Klarifikasi Tarif Impor AS, Hindari Kepanikan

Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), angkat bicara mengenai kebijakan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat terhadap Indonesia. JK menekankan pentingnya pemerintah Indonesia untuk mengklarifikasi secara detail dampak dari kebijakan tersebut dan meminta masyarakat untuk tidak panik berlebihan.

Menurut JK, penetapan tarif impor oleh AS terhadap suatu negara, berbeda dengan tarif yang dikenakan pada komoditas tertentu. Ia menduga ada unsur politis yang lebih besar dalam kebijakan ini. "Jangan terlalu khawatir, seakan-akan mau kiamat dunia ini," ujarnya di kediamannya di Jakarta Selatan.

Perlunya Klarifikasi Pemerintah

JK menyoroti perlunya pemerintah untuk mengklarifikasi apakah barang-barang dari AS yang dijual di Indonesia juga dikenakan pajak atau beban yang signifikan. Ia mencontohkan, jika Indonesia dikenakan tarif 32% oleh AS, apakah barang Amerika yang masuk ke Indonesia dikenakan pajak hingga 64%? "Dari mana itu 64%? Jadi, tugas kita untuk mengklarifikasi itu," tegasnya.

JK menduga bahwa kebijakan tarif impor ini lebih bersifat politis dan bertujuan memberikan tekanan kepada negara-negara tertentu. Ia berpendapat, klarifikasi yang jelas dari pemerintah akan membantu meredakan kekhawatiran dan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat dan pelaku usaha.

Dampak Tarif Impor Tidak Signifikan

Lebih lanjut, JK memberikan gambaran mengenai dampak riil dari tarif impor 32% tersebut. Ia mencontohkan, jika harga sepatu impor dari Indonesia ke AS berkisar antara US$ 15 hingga US$ 20, maka tarif 32% hanya akan menambah sekitar US$ 6,4, atau sekitar 10% dari harga jual sepatu di AS (yang berkisar antara US$ 50 hingga US$ 70). Menurutnya, beban tarif ini akan dibagi antara konsumen dan pengusaha Amerika, masing-masing menanggung sekitar 5%.

"Efeknya tidak segegap gempita apa yang dikenakan," jelas JK. Ia menambahkan bahwa Amerika Serikat tidak mungkin berhenti mengimpor barang-barang kebutuhan seperti sabun, sawit, sepatu, atau suku cadang dari Indonesia. Para pelaku usaha di AS, menurut JK, akan mencari cara untuk mengefisienkan biaya produksi dan distribusi agar tetap kompetitif.

Ia mencontohkan komoditas Crude Palm Oil (CPO) yang diekspor Indonesia sekitar US$ 1.000 per ton. Produk turunan CPO seperti sabun dan minyak goreng yang harganya bisa 3-4 kali lipat lebih besar.

"Maka mereka (AS) tentu tidak mau dagangannya habis. Pasti mereka akan efisienkan, mungkin mengurangi biaya iklan, atau pegawainya, sehingga mereka bisa hemat 5%. Pasti itu, karena Amerika itu mahal di logistik. Mereka pasti efisienkan itu supaya jangan kehilangan konsumen. Akhirnya efeknya tidak besar untuk Indonesia, karena tidak mungkin Amerika berhenti beli sabun, beli sawit. Beli sepatu, atau beli spare part," katanya.

Oleh karena itu, JK mengimbau agar pemerintah mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengklarifikasi situasi ini dan menjalin komunikasi yang baik dengan pihak AS. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak terlalu khawatir dan tetap tenang dalam menghadapi kebijakan tarif impor ini.