Tarif Impor AS Ancam Industri Nasional, DPR Minta Pemerintah Proaktif Perkuat Fondasi Ekonomi Domestik
Dampak Tarif Baru AS: Momentum Pembenahan Industri Dalam Negeri
Kebijakan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat direspons serius oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menekankan perlunya respons cepat dan strategis dari pemerintah untuk memitigasi dampak negatifnya. Lebih dari sekadar mitigasi, Evita melihat kebijakan ini sebagai peluang emas untuk memperkuat industri dalam negeri secara fundamental.
"Pemerintah harus fokus pada penguatan industri dalam negeri," tegas Evita. Kondisi global saat ini, di mana setiap negara berlomba mencari pasar ekspor, menjadikan Indonesia sebagai target utama. Tanpa fondasi industri yang kokoh, Indonesia akan tertekan dan berpotensi mengorbankan lapangan kerja.
Strategi Penguatan Industri Nasional: Daya Saing, Hilirisasi, dan Substitusi Impor
Evita Nursanty menggarisbawahi beberapa strategi utama yang perlu diimplementasikan pemerintah:
- Meningkatkan daya saing produk lokal: Pemerintah perlu memberikan insentif yang tepat sasaran bagi industri yang terdampak tarif, sehingga mereka tetap kompetitif di pasar global. Ini termasuk dukungan untuk inovasi, peningkatan efisiensi produksi, dan standarisasi kualitas.
- Meningkatkan kualitas produk ekspor: Kualitas produk ekspor Indonesia harus terus ditingkatkan agar mampu bersaing dengan produk dari negara lain. Hal ini membutuhkan investasi dalam riset dan pengembangan, pelatihan tenaga kerja, dan penerapan standar mutu internasional.
- Memperkuat hilirisasi industri: Hilirisasi atau pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi bernilai tambah tinggi adalah kunci untuk meningkatkan pendapatan ekspor dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Pemerintah perlu mendorong investasi di sektor hilir dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.
- Mengembangkan substitusi impor: Ketergantungan pada bahan baku dan barang impor perlu dikurangi dengan mengembangkan industri substitusi impor. Ini dapat dilakukan dengan mendorong produksi barang-barang yang selama ini diimpor dan memberikan insentif bagi industri yang menggunakan bahan baku lokal.
- Mempertahankan Kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri): Kebijakan ini berperan penting sebagai perisai yang melindungi industri dalam negeri, mendorong daya saing, dan membuka lapangan kerja.
Diplomasi dan Diversifikasi Pasar: Langkah Antisipasi Pemerintah
Selain penguatan internal, Evita juga menekankan pentingnya langkah-langkah eksternal, termasuk:
- Negosiasi dan diplomasi perdagangan dengan AS: Pemerintah perlu menjalin komunikasi intensif dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan untuk mencari solusi terbaik, termasuk kemungkinan perundingan ulang tarif. Jalur diplomasi harus dioptimalkan untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
- Pemanfaatan forum internasional: Indonesia dapat memanfaatkan forum seperti WTO dan ASEAN untuk menyampaikan keprihatinan dan meminta AS mempertimbangkan kembali kebijakan tarifnya. Dukungan dari negara-negara lain yang terdampak juga penting untuk membangun kekuatan bersama.
- Koordinasi dengan negara terdampak: Pemerintah perlu berkoordinasi dengan negara-negara lain yang terkena dampak tarif untuk merumuskan strategi bersama dalam menghadapi kebijakan AS. Solidaritas antar negara dapat memberikan tekanan yang lebih besar pada AS.
- Diversifikasi pasar ekspor: Ketergantungan pada pasar AS harus dikurangi dengan memperluas ekspor ke negara-negara lain, seperti Uni Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Mencari pasar baru adalah kunci untuk mengurangi risiko akibat kebijakan perdagangan negara tertentu.
- Mempercepat perjanjian dagang dengan negara mitra: Perjanjian dagang dengan negara mitra perlu dipercepat untuk membuka peluang ekspor baru dan mengurangi hambatan perdagangan. Perjanjian dagang yang komprehensif dapat memberikan akses pasar yang lebih luas dan stabil.
Mengurangi Ketergantungan Pasar Ekspor: China dan India Tetap Penting
Selama ini, produk ekspor Indonesia sangat bergantung pada pasar AS, terutama untuk produk mesin, elektronik, pakaian, alas kaki, minyak kelapa sawit, karet, perabotan, serta produk perikanan. Selain AS, China dan India juga merupakan pasar utama ekspor nonmigas Indonesia. Pada tahun 2024, ketiga negara ini menyumbang hampir 43% dari total ekspor nonmigas nasional. Meskipun hubungan dagang dengan China dan India berjalan baik, diversifikasi pasar tetap penting untuk menjaga stabilitas ekspor.
Evita menekankan bahwa pemerintah perlu terus mencari pasar baru dan membuka peluang ekspor baru, sehingga ketika terjadi masalah di satu pasar, kinerja ekspor Indonesia tetap terjaga.