Hindia Lantang Bersuara: Kritik Tidak Bisa Dibungkam, Apalagi Tanpa Dasar Hukum yang Jelas
Hindia: Pembungkaman Kritik adalah Preseden Buruk bagi Industri Musik
Musisi Baskara Putra, yang dikenal dengan nama panggung Hindia, menyatakan sikapnya yang tidak akan gentar dalam menyuarakan kritik, meskipun sempat terjadi insiden pembungkaman terhadap Band Sukatani terkait lagu mereka yang berjudul "Bayar, Bayar, Bayar". Hindia menegaskan bahwa pembungkaman terhadap kritik masyarakat, terutama tanpa dasar hukum yang kuat, adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
"Saya belajar untuk tidak takut. Ketakutan seharusnya hanya kepada Tuhan. Selama kita yakin apa yang kita lakukan tidak melanggar hukum, selama nurani kita mengatakan itu benar, dan jika salah, publik akan langsung memberikan penilaian negatif," ujar Baskara dalam sebuah wawancara.
Reaksi Industri Musik terhadap Kasus Sukatani
Insiden yang menimpa Sukatani, menurut Hindia, memicu kemarahan di kalangan musisi dan pelaku industri musik. Mereka melihatnya sebagai preseden buruk yang mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Tindakan aparat yang terkesan sewenang-wenang menimbulkan kekhawatiran bahwa pembungkaman dapat terjadi pada siapa saja.
"Semua orang di industri musik yang saya kenal sangat marah dengan kasus ini. Ini adalah preseden yang sangat buruk," tegasnya.
Ketidakpercayaan Publik dan Pertanyaan Seputar Dasar Hukum
Hindia juga menyoroti ketidakpercayaan publik terhadap klarifikasi yang diberikan oleh pihak kepolisian terkait kasus Sukatani. Publik meragukan pernyataan polisi yang membantah adanya intimidasi dan mengklaim bahwa permintaan maaf Sukatani dibuat atas inisiatif sendiri. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah, apa dasar hukum yang digunakan untuk melakukan pembungkaman tersebut?
"Apa dasar hukumnya melakukan pembungkaman itu? Tidak ada dasar yang jelas. Publik melihatnya sebagai upaya 'main cantik' dari polisi. Siapa yang percaya dengan pernyataan mereka?" tanya Hindia.
Lagu Sukatani: Cerminan Realita Sosial
Lebih lanjut, Hindia berpendapat bahwa lagu "Bayar, Bayar, Bayar" karya Sukatani sebenarnya mencerminkan realita yang terjadi di masyarakat. Lirik lagu tersebut, yang menggambarkan praktik pungutan liar oleh oknum polisi, mendapatkan respons positif dari publik karena dianggap sesuai dengan pengalaman mereka.
"Lagu itu menggambarkan realita yang ada. Semua orang merasa 'wah, ini benar'. Tidak ada yang membantah atau tidak setuju dengan liriknya," ungkap Hindia.
Klarifikasi Kapolri dan Pengakuan Sukatani
Setelah kasus ini mencuat ke publik, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan klarifikasi bahwa pihaknya terbuka terhadap kritik. Namun, Sukatani kemudian mengakui bahwa mereka membuat permintaan maaf karena mendapatkan tekanan dari sejumlah anggota polisi sejak Juli 2024. Polda Jawa Tengah juga mengakui adanya pertemuan dengan Sukatani, namun membantah adanya upaya pembungkaman dan mengklaim hanya melakukan klarifikasi terkait maksud dari lagu tersebut.
Baskara Hindia tetap konsisten pada pendiriannya bahwa kebebasan berekspresi dan menyampaikan kritik harus dijamin, selama tidak melanggar hukum. Kasus Sukatani menjadi pelajaran penting bagi semua pihak tentang pentingnya menghormati perbedaan pendapat dan menghindari tindakan pembungkaman yang dapat merugikan demokrasi dan kebebasan berpendapat.