Industri Persepatuan Nasional Terancam Resesi Akibat Kebijakan Tarif Impor AS, Mendesak Pemerintah Selesaikan Perjanjian Dagang dengan Uni Eropa

Industri Persepatuan Nasional Terancam Resesi Akibat Kebijakan Tarif Impor AS, Mendesak Pemerintah Selesaikan Perjanjian Dagang dengan Uni Eropa

Jakarta, Indonesia - Industri persepatuan Indonesia menghadapi tantangan signifikan akibat kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Kenaikan tarif yang signifikan berpotensi menggerus daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika, yang merupakan salah satu tujuan ekspor utama. Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO) menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai dampak kebijakan ini terhadap keberlangsungan industri dan jutaan tenaga kerja yang bergantung padanya.

Ketua Umum APRISINDO, Eddy Widjanarko, mengungkapkan bahwa pemberlakuan tarif impor baru sebesar 32% mulai April 2025, yang akan meningkat menjadi 42% untuk produk alas kaki, akan memberikan pukulan berat bagi eksportir Indonesia. Meskipun ekspor ke AS sempat mengalami penurunan pada tahun 2023, namun terjadi rebound positif pada tahun 2024. Kebijakan tarif baru ini dikhawatirkan akan membalikkan tren positif tersebut dan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor ini. Sektor alas kaki mempekerjakan lebih dari 1,8 juta pekerja, dan kebijakan tarif baru ini mengancam mata pencaharian mereka.

Strategi Mitigasi: Mendesak Penyelesaian IEU-CEPA dan Negosiasi dengan AS

Menghadapi tekanan yang meningkat, APRISINDO menekankan perlunya langkah-langkah strategis untuk melindungi industri persepatuan nasional. Salah satu solusi utama yang diusulkan adalah percepatan penyelesaian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Perjanjian ini, yang telah tertunda selama sembilan tahun, akan membuka akses pasar ke 27 negara anggota Uni Eropa, sehingga mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar AS. Negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh telah lebih dulu memanfaatkan peluang serupa dengan menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa.

Selain itu, APRISINDO mendesak pemerintah untuk segera mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington D.C. untuk melakukan negosiasi ulang dengan pemerintah AS. Tujuan dari negosiasi ini adalah untuk mencari solusi atas kebijakan tarif yang merugikan dan melindungi kepentingan industri persepatuan Indonesia. APRISINDO menekankan bahwa langkah-langkah cepat dan proaktif sangat penting untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam daya saing industri dan meminimalkan dampak negatif terhadap tenaga kerja.

Dampak Jangka Panjang dan Urgensi Tindakan

Kebijakan tarif impor AS berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang yang serius bagi industri persepatuan Indonesia. Selain hilangnya pangsa pasar di AS, kebijakan ini juga dapat menghambat investasi baru dan inovasi di sektor ini. Industri alas kaki Indonesia perlu beradaptasi dengan lingkungan perdagangan global yang berubah dengan meningkatkan efisiensi, kualitas produk, dan diversifikasi pasar.

Pemerintah memiliki peran penting dalam mendukung industri persepatuan melalui kebijakan yang memfasilitasi perdagangan, investasi, dan pengembangan sumber daya manusia. Selain menyelesaikan IEU-CEPA dan bernegosiasi dengan AS, pemerintah juga perlu fokus pada peningkatan infrastruktur, mengurangi biaya produksi, dan mempromosikan produk alas kaki Indonesia di pasar global.

APRISINDO memperingatkan bahwa jika tidak ada tindakan yang diambil dengan segera, industri persepatuan Indonesia akan menghadapi tantangan yang semakin berat. Pasar AS yang semakin menantang dan persaingan global yang ketat menuntut respons yang cepat dan terkoordinasi dari pemerintah dan pelaku industri. Masa depan industri persepatuan Indonesia bergantung pada kemampuan untuk mengatasi tantangan ini dan memanfaatkan peluang yang ada.

Poin-poin penting dalam berita ini:

  • Kebijakan tarif impor AS mengancam industri persepatuan Indonesia.
  • APRISINDO mendesak penyelesaian IEU-CEPA dan negosiasi dengan AS.
  • Industri alas kaki Indonesia mempekerjakan lebih dari 1,8 juta pekerja.
  • Dampak jangka panjang meliputi hilangnya pangsa pasar dan hambatan investasi.
  • Pemerintah perlu mendukung industri melalui kebijakan yang tepat.